Take a fresh look at your lifestyle.

Studi Internasional : Individu & Perusahaan Khawatir Kehidupan Online Mereka Dipantau

Orang-orang khawatir pelaku kejahatan siber, pemerintah, perusahaan dan bahkan keluarga dapat mengakses kehidupan online mereka

0 3,455

Tiket Pesawat Murah Airy

foto : ilustrasi (ist)

Jakartakita.com – Studi terbaru Kaspersky Lab, dengan perusahaan kelas menengah dan konsumen sebagai respondennya, mengungkapkan bahwa banyak yang kebingungan dan kurang percaya ketika menyangkut privasi serta keamanan terhadap data dan perilaku online mereka.

Penelitian yang meliputi enam negara di Eropa dan Amerika Utara menemukan bahwa orang-orang khawatir peretas, pemerintah baik negaranya sendiri maupun asing, perusahaan bahkan teman dan keluarga mungkin ingin mengakses data online mereka, lalu bagaimana menghentikan mereka.

Studi independen yang dilakukan oleh Kaspersky Lab dengan analisis data Applied Marketing Research tersebut, mensurvei 600 perusahaan menengah dengan professional keamanan TI serta 6.000 konsumen yang memiliki perangkat lunak keamanan dipasang di perangkat mereka, dibagi rata di seluruh Prancis, Jerman, Italia, Spanyol, Inggris, dan Amerika Serikat.

Tidak mengejutkan, peringkat pertama sebagai pihak yang paling tidak diinginkan kehadirannya adalah pelaku kejahatan siber dengan 45% oleh repsonden perusahaan dan 47% oleh responden konsumen.

Mereka khawatir bagaimana melindungi data online mereka dari serangan jahat. Peringkat ini diikuti dengan keinginan untuk melindunginya dari pemerintah mereka sendiri (masing-masing 36% dan 33%), serta pemerintahan dan perusahaan asing (30% dan 26%).

Sebanyak satu dari tiga (29%) responden pelaku bisnis memiliki kekhawatiran para pegawainya dapat mengakses data online mereka, sementara seperempat (26%) dari konsumen khawatir dengan anggota keluarga yang  dapat memantau jejak online mereka.

Related Posts
1 daripada 3,293

Bahkan kekhawatiran ini juga meluas ke ranah keamanan siber, di mana banyak hal simpang siur mengenai informasi sejauh mana penyedia solusi keamanan dapat mengakses data pelanggan.

Banyak responden khawatir bahwa penyedia keamanan mereka dapat mengumpulkan data online, opini, lokasi atau kegiatan browsing mereka dan membagikannya secara tidak bertanggung jawab kepada entintas asing.

Namun, sebagian besar (87% bisnis dan 82% konsumen) mempercayai penyedia keamanannya dalam pengumpulan dan penggunaan data mereka.

Hasil ini menunjukkan bahwa lanskap keamanan siber baik bisnis maupun konsumen sekarang menghadapi situasi yang penuh ketakutan, ketidakpastian, dan keraguan yang akhirnya membuat banyak orang sulit untuk mempercayai siapa pun di Internet.

Mengomentari temuan ini, dalam siaran pers yang dirilis baru-baru ini, Anton Shingarev, VP of public affairs di Kaspersky Lab, mengatakan, “Hasil penelitian ini memang luar biasa. Mereka memberikan bukti lebih lanjut bahwa teknologi dan perangkat lunak adalah blackbox bagi banyak perusahaan. Mereka tidak tahu cara kerjanya, apa yang ada di dalam, data apa yang dikumpulkan atau bagaimana data tersebut disimpan. Akibatnya, mereka tidak mempercayai vendor manapun. Saya yakin hal ini tidak boleh terjadi, dan sebagai industri, kami perlu memastikan bahwa orang-orang memahami dengan tepat apa yang dilakukan dan apa yang tidak akan pernah dilakukan sebagai penyedia keamanan. Langkah ini harus disertai dengan komitmen berkelanjutan untuk membangun ketahanan dan keamanan ke dalam produk kami, dan untuk meningkatkan kepercayaan mereka melalui transparansi dan akuntabilitas. Semua ini tertanam dalam Global Transparency Initiative kami, sebuah program yang dirancang untuk membantu membangun kembali kepercayaan terhadap keamanan informasi.”

Temuan lain dari penelitian ini meliputi:

  • Privasi tampaknya dianggap sebagai hak fundamental untuk semua orang: 46% bisnis dan 51% konsumen percaya bahwa penyedia keamanan seharusnya tidak secara otomatis membagi data pribadi pengguna kepada pemerintah demi kepentingan keamanan nasional, hal itu harus dikondisikan sesuai dengan keadaan.
  • Penelitian ini juga menunjukkan bahwa hal-hal lain lebih penting bagi bisnis dan konsumen daripada negara asal perusahaan: 55% bisnis dan 66% konsumen mengatakan pemerintah mereka harus melakukan bisnis dengan perusahaan yang menawarkan produk atau layanan berkualitas tinggi, maupun perusahaan tersebut adalah perusahaan asing. Menariknya, nilai ini meningkat menjadi 82% dan 78% masing-masing ketika menyangkut hal-hal penting untuk keamanan nasional.

Mengomentari temuan tersebut, Dr. Milton Mueller, Profesor, Georgia Institute of Technology School of Public Policy, Internet Governance Project mengatakan, “Survei ini membahas hubungan antara nasionalisme, keamanan nasional dan kepercayaan kepada penyedia layanan internet. Terdapat temuan mengejutkan mengenai sikap konsumen dan perusahaan terhadap peran pemerintah dalam keamanan siber. Sebagai contoh, menarik untuk dilihat ketika banyak konsumen mempercayai bahwa pemerintah mereka harus menggunakan vendor terbaik terkait keamanan nasional terlepas dari mana negara asalnya, di sisi lain ketakutan yang justru hadir adalah kepada pemerintah sendiri dibandingkan pemerintah asing.”

 

Tinggalkan komen