APJATEL Minta Pemerintah Tinjau Ulang Relaksasi Daftar Negatif Investasi 2018
Jakartakita.com – Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (APJATEL) meminta Pemerintah untuk meninjau ulang relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) 2018 dalam Paket Kebijakan Ekonomi XVI, yang belum lama ini diluncurkan.
Relaksasi ini memberikan peluang yang seluas-luasnya pada investor asing untuk berkiprah di Indonesia dalam 54 bidang usaha, yang 8 di antaranya adalah bidang usaha di sektor telekomunikasi, yang memungkinkan investor asing menguasai 100 persen kepemilikan dalam suatu entitas usaha.
“Sebagai asosiasi yang menaungi perusahaan-perusahaan lokal yang bergerak di dalam 8 bidang usaha tersebut, kami meminta Pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan tersebut karena keberpihakan terhadap pelaku industri lokal perlu mendapat perhatian lebih demi perkembangan industri jaringan telekomunikasi secara nasional. Kami berharap, Pemerintah dapat memprioritaskan perusahaan lokal dan menjadikan jaringan telekomunikasi menjadi aset vital bagi kedaulatan digital di Indonesia,” tutur Muhammad Arif Angga, Ketua Umum APJATEL dalam siaran pers, Sabtu (24/11/2018).
Sayangnya, lanjut Angga, terkadang perusahaan lokal menghadapi kesulitan ketika harus mengurus perizinan perusahaan mereka. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah juga terkadang tidak sinkron dengan fakta yang terjadi di lapangan. Sedangkan relaksasi DNI 2018 ini justru dipandang menjadi karpet merah bagi perusahaan asing.
Menurut Angga, Pemerintah diharapkan dapat memprioritaskan dan berpihak kepada perusahaan lokal, karena seiring dengan berkembang pesatnya kebutuhan data berskala nasional di Indonesia, jaringan telekomunikasi khususnya fiber optic menjadi tulang punggung penyebaran informasi di Indonesia.
“Ke depannya, jaringan telekomunikasi akan menjadi objek vital nasional, di mana kedaulatan digital akan bergantung pada kekuatan jaringan yang merata di seluruh Indonesia. APJATEL sendiri, akan senantiasa mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah untuk mencapai kedaulatan digital di Indonesia,” tandasnya.