Sidang Perkara Blok BMG Australia, Eks Bos Pertamina Inginkan Hukum yang Berkeadilan
Jakartakita.com – Setelah 4 kali persidangan, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta membacakan putusan sela kasus korupsi investasi PT Pertamina Persero di Blok Basker Manta Gummy (BMG), Australia yang menjerat terdakwa Galaila Karen Kardinah Agustiawan atau dikenal sebagai Karen Agustiawan, mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero).
“Menimbang seluruh keberatan penasihat hukum tidak dapat diterima, maka memerintahkan penuntut umum melanjutkan pada pemeriksaan saksi,” kata Ketua Majelis Hakim, Emilia Djajasubagja membacakan amar putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (21/2/2019).
Pada pertimbangannya, Majelis Hakim menilai untuk mempermasalahkan perkara perdata atau pidana maka harus dilakukan pemeriksaan pokok perkara. Atas dasar itu, eksepsi penasihat hukum ditolak.
Majelis Hakim juga menilai, dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung telah cermat dan lengkap. Sehingga perbuatan terdakwa dapat dibuktikan di persidangan.
Sementara itu, Karen Agustiawan usai persidangan mengatakan, bahwa dirinya menginginkan agar dalam masa sidang pemeriksaan saksi dan putusan ke depan, dapat memberikan hukuman yang adil kepada dirinya.
“Sebagai Warga Negara Indonesia, saya ingin ada hukum berkeadilan, sebab ini bentuk dari Negara Pancasila yang berdemokrasi bagi seluruh rakyat Indonesia,” ucap Karen seusai persidangan.
“Saya hanya ingin Negara hadir dalam kasus ini. Selain itu, saya minta ada hukum yang berkeadilan di Negeri ini,” tambahnya.
Lebih lanjut dia berharap, ke depannya di persidangan dibuktikan dimana pidananya.
“Bukan maladministrasi. Karena tunduk pada UU PT (Perusahaan Terbatas) itu bukan ranah pidana,” tegasnya.
Lebih lanjut diungkapkan, dari fakta-fakta persidangan, ada 4 poin yang dapat dia simpulkan.
Pertama, due diligence itu sudah dilakukan. “Jadi, The Loyd untuk techno commercial, risk untuk teknis dan untuk aspek hukum. Juga seluruh pekerja Pertamina sudah melakukan yang optimal untuk perusahaan,” tegasnya.
Kedua, bahwa sudah ada persetujuan dari Dewan Komisaris Pertamina. “Hanya dinamika perusahaan dibawa keluar dari konteksnya,” tegas Karen lagi.
Ketiga, bahwa sudah ada laporan dari BPK. Dan laporannya juga paling tinggi. “Jaksa juga sudah menghadirkan saksi ahli Bapak Bono Jatmiko, saksi ahli dari pihak jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus). Beliau mengatakan, tidak ada kapasitas atau kompetensi untuk menghitung kerugian negara. Beliau juga menyadur dari BAP. Dan saat menyadur tidak disumpah,” paparnya.
Keempat, lanjut Karen, pihak yang diuntungkan yaitu ROC tidak pernah diperiksa. Perusahaan Roc Oil Company Limited (ROC) yang dianggap telah menerima keuntungan atas akuisisi Blok BMG tahun 2009 tidak jelas status hukumnya. Bahkan, tidak pernah diperiksa secara pro justisia dalam perkara ini.
“Tentunya mereka juga kesulitan karena menurutnya itu bisnis biasa. Dan semua bisnis hulu migas berisiko. Jadi bukan hanya Pertamina yang mempunyai resiko, semua patners yang ada di situ berisiko,” tegas Karen.
Menanggapi putusan sela tersebut, Soesilo Aribowo, pengacara Karen mengatakan, bahwa pihaknya akan mempelajari lebih lanjut.
“Walaupun kita kecewa tapi kita pelajari lagi. Dalam beberapa hari ini akan menentukan sikap,” tandasnya. (Edi Triyono)