Pemerintah Ajak Sektor Industri untuk Tingkatkan Kualitas SDM Melalui Pendidikan Vokasi
Jakartakita.com – Menjawab ajakan pemerintah kepada sektor industri agar meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan vokasi, sejumlah kalangan dari lintas sektor hadir dalam seminar bertajuk ‘Revitalisasi Pendidikan Tinggi Vokasi di Indonesia: Implementasi Pembelajaran Dual System’, yang digelar di Kampus Universitas Prasetiya Mulya, Jakarta, Kamis (18/7/2019).
Kegiatan tersebut juga dihadiri perwakilan dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kedutaan Besar RI di Bern-Swiss, Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Eka Tjipta Foundation (ETF), Institut Teknologi dan Sains Bandung (ITSB), Politeknik Sinar Mas Berau (Poltek Simas Berau) bersama Univesitas Prasetiya Mulya serta PT Astra International Tbk dan Triputra Group.
“Agar inisiatif yang kami lakukan mampu menjangkau potensi setempat, membekalinya dengan pendidikan serta ketrampilan yang selaras dengan karakteristik dan kebutuhan industri terkait. Pemerintah telah memfasilitasi dalam bentuk kebijakan hingga insentif, dunia usaha juga telah melakukannya, dan kini, kami mencoba belajar dari praktik terbaik di negara lain. Melalui vokasi, dunia usaha dapat membuat lembaga pendidikan yang sesuai kebutuhan,” ujar Managing Director Sinar Mas, G. Sulistiyanto yang menjadi salah satu pembicara di kesempatan tersebut, seperti dilansir dari siaran pers, Kamis (18/7).
Ditambahkan, pihaknya berupaya agar model pendidikan dual vocational education and training atau yang lazim disebut dual system dapat dipahami lebih mendalam, dan kemudian direplikasi pada sejumlah lembaga pendidikan vokasi Indonesia yang telah dan akan berdiri.
Adapun Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir yang hadir sebagai pembicara kunci menyampaikan, revitalisasi akan terfokus pada lembaga pendidikan vokasi yang telah ada berikut pembenahan kurikulum, fasilitas dan infrastruktur, berikut kualitas tenaga pendidik.
“Sehingga para lulusan pendidikan tinggi vokasi tidak saja memegang ijazah, namun memiliki pula sertifikat kompetensi. Jangan sampai para lulusan memiliki ijazah, tapi tidak kompeten. Dengan begitu, nantinya sebelum bekerja, mereka tidak lagi ditanya berasal dari perguruan tinggi mana, tapi cukup ditanya apa sertifikat kompetensi yang dimiliki,” ujar Menristekdikti.
Senada dengan Menristekdikti tentang sertifikat kompetensi, Sulistiyanto mengatakan, pihaknya menyambut baik kebijakan pemerintah memberlakukan super tax deductible atau insentif fiskal dalam bentuk keringanan pajak bagi industri yang berinvestasi pada pendidikan vokasi, serta aktivitas penelitian dan pengembangan.
“Harapannya, seluruh inisatif perusahaan dalam pendidikan vokasi yang menghasilkan lulusan tersertifikasi, berkesempatan mendapatkan insentif tadi. Dalam praktiknya, dual system melibatkan sektor industri dalam penyusunan kurikulum pendidikan tinggi yang memadukan pembelajaran teori sebanyak 30 persen dan 70 persen berupa praktik di lingkungan kerja, sesuai kebutuhan industri terkait,” jelas Sulistiyanto.
Sementara itu, Chairman of Swiss Federal Institute for Vocational Education &Training (SFIVET), Gnaegi Philippe mengatakan, hadirnya negara bersama sektor privat akan menghasilkan sistem pendidikan vokasi yang efektif, sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.
Swiss menjadi mitra penting merevitalisasi pendidikan vokasi di Indonesia disebabkan penerapan dual vocational education and training yang mereka terapkan mampu menghasilkan pekerja usia muda yang produktif sekaligus kompetitif.
Tercermin dari angka pengangguran pekerja muda yang kecil dan peringkat tertinggi yang mampu dicapai negara ini dalam Global Competitiveness Index lansiran World Economic Forum.
Adapun Duta Besar RI untuk Swiss, Muliaman D Hadad berharap, kualitas dan produktivitas sumber daya manusia tidak menjadi missing link dalam proses pembangunan ekonomi Indonesia.
Menurutnya, pendidikan vokasi yang dapat menjadi solusi, masih menghadapi beberapa tantangan, seperti masih kuatnya anggapan para orangtua bahwa jalur pendidikan ini hanyalah pilihan kesekian bagi anak-anaknya.
Kemudian, keengganan sektor privat mempekerjakan para lulusan vokasi. Dengan kata lain, ekosistemnya belum terbangun sempurna.
Langkah China yang tengah mereformasi pendidikan vokasi, diantaranya dengan memfungsikan National Vocational Education Steering Committee, dinilai Muliaman dapat menjadi referensi bagi Indonesia.
Di tempat yang sama, berlangsung pula penandatangan letter of intent antara Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti dengan SFIVET. (Edi Triyono)