Universitas Pertamina Gelar UPbringing Live Session: Meet The Expert, Bahas Isu Strategis Di Bisnis Energy
Jakartakita.com – Di era perubahan yang sangat cepat serta perkembangan industri energi yang saling terhubung dan non-linier, perusahaan minyak dan gas (migas) akan terus menghadapi berbagai tantangan.
Salah satu isu strategis yang mengemuka di industri migas adalah perumusan kembali model bisnis migas di tengah volatilitas harga yang memerlukan perubahan revolusioner, baik di sektor hulu (upstream) maupun sektor menengah-hilir (midstream-downstream).
Perubahan yang pesat di bidang teknologi perlu menjadi pertimbangan utama dalam merumuskan model baru bisnis migas guna memanfaatkan peluang yang muncul dalam konteks lanskap energi masa depan.
Model bisnis ini amat menentukan kelincahan perusahaan migas dalam menyongsong era energy baru seiring meningkatnya harapan konsumen di era energy baru (new energy).
Untuk mengkaji permasalahan tersebut, pada tanggal 2 Juli 2020, Universitas Pertamina bersama Indonesia Strategic Management Society (ISMS) melaksanakan webminar Upbringing Live Session: Meet The Expert and ISMS Live Session 3 on Energy dengan tema”Reinventing Oil and Gas Business Model: Toward A New Energy Era”.
Acara ini menghadirkan Dwi Soetjipto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sebagai pembicara utama, dan para narasumber yang merupakan pakar di industri migas, seperti: Prayitno, VP Refining Business Development PT. Kilang Pertamina Internasional, Eka Satria, Presiden Direktur Medco Energi Power dan Omar S. Anwar, Direktur Utama Aberdeen Standard Investments Indonesia.
Adapun, moderator yang mengawal diskusi pada sesi kali ini adalah Oki Muraza, Associate Professor King Fahd University of Petroleum & Minerals.
Dalam paparannya, Dwi Soetjipto mengatakan, bahwa kecukupan energi sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menyadari bahwa sektor migas masih memiliki potensi untuk penemuan sumberdaya dan cadangan migas baru, SKK Migas telah mencanangkan visi 1 Juta BOPD pada 2030.
“Selain itu, SKK Migas juga terus berusaha meningkatkan peran dan kontribusi sektor hulu migas melalui peningkatan multiplier effect untuk mendorong tumbuhnya ekonomi yang berkeadilan,” ujar Dwi.
“Hal ini seiring dengan kebijakan Presiden Jokowi dan Menteri ESDM, Arifin Tasrif terkait penyesuaian harga gas untuk sektor industri dan kelistrikan. Tujuannya, untuk mendorong agar sektor migas tidak hanya dijadikan sebagai Revenue Generator, namun juga menjadi penggerak roda perekonomian nasional,” tambahnya.
Sejalan dengan kebijakan SKK Migas, Prayitno, VP Refining Business Development PT. Kilang Pertamina Internasional mengatakan, bahwa saat ini PT Pertamina (Persero) telah memiliki program pengembangan Biorefinery dengan bahan baku CPO untuk menghasilkan Green Diesel dan Green Jet Fuel, program pembangunan unit hydrotreating untuk produksi Low Sulfur Diesel, serta program pengembangan kilang (RDMP dan GRR) yang telah mempertimbangan integrasi antara Refinery dan Petrochemical.
“Hal ini dilakukan sebagai strategi untuk menghadapi tantangan bisnis pengolahan minyak, diantaranya: gap antara produksi vs konsumsi, demand fuel yang berpotensi menurun akibat penetrasi EV, serta regulasi sulfur pada Diesel max 50 ppm tahun 2025 mendatang,” tuturnya.
Sementara itu, Eka Satria, Presiden Direktur Medco Energi Power mengatakan, bahwa Medco Power berkomitmen untuk mendukung Pemerintah dalam mengembangkan energi bersih dan terbarukan untuk Indonesia.
“Kita sedang mengalami masa transisi energi yang ditandai dengan peningkatan peran energi baru dan terbarukan (ramah lingkungan). Sebagai sumber energi, gas merupakan enabler dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, sejalan dengan bauran energi nasional yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Gas berperan penting dalam menjembatani transisi energi untuk memenuhi permintaan energi masa depan,” imbuhnya.
Sementara itu, sebagai investor di bidang migas, Omar S. Anwar, Direktur Utama Aberdeen Standard Investments Indonesia mengatakan, bahwa pandemi COVID-19 berdampak buruk bagi industri migas. Investor global menyangsikan kemampuan perusahaan migas dalam memberikan imbal hasil positif. Selain resiko geopolitik, Global Asset Managers pun semakin sensitif terhadap resiko perubahan iklim, dan upaya dekarbonisasi dalam konstruksi portofolio investasinya.
“Industri migas sedang ditantang untuk membuktikan kemampuannya dalam pengelolaan keuangan, alokasi modal, manajemen resiko dan tata kelola,” tandasnya.
Asal tahu saja, selama masa pandemi COVID-19, Universitas Pertamina secara rutin melaksanakan kegiatan Upbringing dengan berbagai tema untuk membahas isu-isu aktual. Kegiatan semacam ini diharapkan dapat meningkatkan awareness para civitas akademika terhadap perkembangan isu yang terjadi di lingkungan. (Edi Triyono)