KAMAK Desak KPK Tuntaskan Dugaan Korupsi Di Proyek Transmisi PLN 500 KV Sumatera Paket 2 Perawan-Peranap
Jakartakita.com – Komite Aksi Mahasiswa Anti Korupsi (KAMAK) pada hari Selasa, 21 Juli 2020 melakukan unjuk rasa guna mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serius menuntaskan kasus korupsi pada Proyek Transmisi PLN 500 KV Sumatera Paket 2 Perawan-Peranap oleh BUMN PT Waskita Karya Divisi Infrastruktur yang merugikan keuangan negara senilai Rp188 miliar.
“KPK tidak serius menyidik dugaan Korupsi dan Pencucian Uang yang sudah direncanakan jauh sebelum proyek dilaksanakan,” ucap Usra Walulung selaku Korlap KAMAK usai melaporkan dugaan korupsi Proyek Transmisi PLN 500 KV Sumatera Paket 2 Perawan – Peranap ke KPK, Selasa (21/7).
Usra memaparkan, kasus dugaan korupsi PT Waskita Karya – PT DCP ini bukan korupsi biasa melainkan korupsi luar biasa, karena direncanakan sangat matang oleh para koruptornya dan merugikan negara ratusan miliar rupiah yang kemudian dilanjutkan dengan upaya pembobolan perbankan melalui klaim Bank Garansi fiktif oleh PT Waskita Karya.
Apalagi dugaan korupsi oleh PT Waskita – DCP ini berlangsung sejak awal kontrak SPPM yakni 28 Desember 2015 hingga Maret 2016 sedangkan untuk pencucian uang hasil korupsi berlangsung sejak Januari 2016 hingga 2018.
Adapun kronologi dugaan PT WK mendapat pekerjaan dari BUMN PT PLN untuk Pembangunan Jaringan Transmisi PLN 500 Kv Sumatera senilai total Rp6,3 triliun.
Oleh PT WK pekerjaan Proyek Strategis Nasional (PSN) itu sebagian – yakni untuk pengadaan tower transmisi PLN Perawang – Peranap (Riau) sepaniang 250 km atau 388 tower transmisi disubkan kepada PT DCP berdasarkan Kontrak Surat Perjanjian Pengadaan Material (SPPM) tanggal 18 Desember 2015.
Namun kontrak SPPM PT Waskita-DCP tersebut diterbitkan dalam 3 (tiga) versi.
Versi Pertama, mencantumkan pekerjaan dan nilai sebenarnya: Pengadaan Material dan Pabrikasi Tower senilai Rp360 miliar.
Versi Kedua, SPPM mencantumkan pekerjaan dan nilai proyek sebesar total Rp. 1.046 miliar.
Versi Ketiga, SPPM mencantumkan pekerjaan dan nilai proyek sebesar Rp1.150 miliar.
Nilai Kontrak SPPM versi Kedua dan Ketiga digelembungkan sekitar 300 persen dari nilai sebenarnya.
Kontrak SPPM versi Kedua dan Ketiga ini dijadikan instrumen oleh PT WK – DCP untuk korupsi besar-besaran, diantaranya melalui penggelembungan uang muka sehingga merugikan negara sekitar Rp188 miliar, di mana uang hasil korupsi itu mengalir ke kantor oknum Kadiv PT WK.
Kontrak versi Ketiga SPPM digunakan oleh PT DCP guna menipu Bank kreditur dan pihak swasta sehingga merugikan perbankan dan swasta lebih Rp400 miliar.
Kasus penipuan PT. DCP ini sudah dilimpahkan ke Pengadilan.
Adapun dugaan korupsi oleh PT WK – DCP bermodus mark up nilai poyek menjadi sebesar Rp1.045 miliar (termasuk PPN 10%), dengan perincian untuk pengadaan material sebanyak 47.522 ton senilai Rp940, 9 milar dan untuk jasa desain senilai Rp10.5 miliar. Dari nilai pengadaan material mark up tersebut, PT Waskita Karya membayar uang muka 20% dari material atau sebesar Rp197 miliar belum termasuk PPN kepada DCP.
Pembayaran uang muka dilakukan pada akhir Desember 2015 hingga Februari 2016, padahal seharusnya uang muka proyek tahap awal hanya Rp9 miliar. Sehingga negara dirugikan Rp188 miliar.
Belakangan terungkap, nilai proyek sebenarnya hanya Rp360 miliar: sebesar Rp297 miliar untuk pengadaan material dan Rp57 miliar untuk pekerjaan pabrikasi.
Dari amandemen Kontrak SPPM VI hingga VIII terungkap total uang muka kewajiban PT Waskita Karya kepada DCP hanya Rp60 miliar yang dibayar dalam 7 tahapan dan bukan Rp188 miliar sebagaimana telah dibayar PT Waskita kepada DCP pada kurun waktu 28 Desember 2015 hingga April 2016.
Kelebihan pembayaran uang muka proyek oleh PT Waskita kepada DCP terbukti tidak ada pengembaliannya kembali kepada PT Waskita sehingga negara dirugikan akibat dari kolusi pejabat Divisi I / Infrastruktur PT Waskita dengan Oknum Direksi DCP.
Dugaan korupsi PT WK – DCP pada Proyek Strategis Nasional Pengadaan Jaringan Transmisi PLN 500 Kv Sumatera ini telah dilaporkan lembaga anti korupsi JAP kepada KPK pada Maret 2020 dan oleh IPW pada awal Juli 2020 lalu, namun respon dari KPK belum sesuai harapan.
Oleh karena itu, KAMAK mendesak KPK serius menjalankan kewajiban sebagai institusi pemberantasan korupsi.
KAMAK juga yakin akan terungkap korupsi lain dan pencucian uang terkait dengan korupsi Kontrak SPPM Transmisi PLN 500 KV Sumatera Paket 2. (Edi Triyono)