Penetapan Hari Tenun Nasional Jadi Momentum untuk Menggerakkan Kegiatan dan Industri Tenun
Jakartakita.com – Pada tanggal 16 Agustus 2021 lalu, Presiden Joko Widodo telah menandatangai Keputusan Presiden (Kepres) tentang ditentukannya Hari Tenun Nasional (HTN) yang akan diperingati setiap tanggal 7 September.
“Hal ini menjadi hadiah untuk para pengrajin tenun songket Indonesia. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat kaya dengan karya tenun tradisional dengan keaneka ragam motif. Hak paten pun harus segera di deklarasikan. Jika tidak segera dilindungi dan dideklarasikan sebagai milik bangsa Indonesia, tidak mustahil akan ada bangsa lain yang mengakuinya,” ungkap Prof. Dr. Anna Mariana SH, LLM selaku Pembina Perkumpulan Pecinta Pariwisata Indonesia (P3I) di acara diskusi virtual bertema “Cintailah Tenun Tradisional Indonesia”, Rabu, 1 September 2021 lalu.
“Mengapa pentingnya Hari Tenun Nasional ini kita perjuangkan dan kita upayakan, tidak lain dan tidak bukan adalah karena wujud kepedulian kita dalam hal pelestarian budaya milik bangsa Indonesia,” kata Anna Mariana, yang merupakan pelopor Hari Tenun Indonesia.
Adapun usaha untuk melahirkan peringatan Hari Tenun Nasional, terus dilakukan sejak 24 Februari 2019 lalu.
Sedangkan ditetapkannya Hari Tenun Nasional pada tanggal 7 September berkaitan dengan sejarah diresmikannya Sekolah Tenun pertama di Indonesia, pada tanggal 7 September tahun 1929 oleh dr. Soetomo di Surabaya.
“Penetapan Hari Tenun Nasional, menjadi momentum untuk menggerakkan kegiatan tenun tradisional dan industri tenun serta melestarikan, sekaligus mengembangkan tenun tradisional di seluruh Indonesia. Harapannya, jika Hari Tenun Nasional sudah diresmikan pemerintah, maka kedepannya dapat diikuti dengan gerakan, wajib menggunakan busana tenun di hari kerja, mulai dari instansi pemerintah maupun swasta, seluruh sekolah negeri maupun swasta. Tenun layak diperlakukan seperti kita mengenakan dan memposisikan batik. Kita perlu terus mendukung perkembangan pembinaan pengrajin tenun Indonesia agar berkembang lebih lebih banyak sekaligus dapat meningkatkan produksi,” beber Anna.
Anna yang juga pendiri Komunitas Tekstil Tradisional Indonesia (KTTI) bersama Yayasan Cinta Budaya Kain Nusantara dan Asosiasi Pengrajin Tenun Indonesia mendedikasikan dan berjuang untuk menaungi para pengrajin di 34 provinsi di Indonesia.
Seperti diketahui, kerajinan tenun merupakan salah satu produk tekstil tradisional yang dapat ditemukan dibanyak daerah di Indonesia.
Masing-masing daerah memiliki ciri dalam teknik pembuatan dan motif yang berbeda sebagai Identitas budaya daerah tersebut.
Tenun dan songket hakikinya bukan hanya selembar kain, tetapi juga simbol budaya yang telah merasuk dalam kehidupan sosial dan spiritual masyarakatnya.
Sementara itu, event diskusi yang digelar virtual tersebut, juga mendapat dukungan dari Masyarakat Peduli Wastra Nusantara yang dimotori oleh; Komunitas Tekstil Tradisional Indonesia yang merupakan Wadah Generasi Muda sadar Ketahanan Sandang Nasional berbasis budaya bersama Yayasan Cinta Budaya Kain Nusantara, serta para Mitra, seperti: Kridha Dhari Indonesia, AB 1 Amerika Bersatu, PETJ Eropa Bersatu, LaSalle College, Harry Darsono Foundation.
“Kita semua bersyukur bahwa Hari Batik Nasional sudah ditetapkan untuk diperingati setiap Tanggal 2 Oktober. Saat ini, giliran wastra Tenun untuk kita perjuangkan bersama dan diperingati secara nasional,” tandas Jeffry Yunus selaku pimpinan Perkumpulan Pecinta Pariwisata Indonesia (P3I). (Henry)