Biaya Manfaat Kesehatan yang Disponsori Perusahaan di Indonesia Diperkirakan Meningkat 14 Persen Pada Tahun 2022
Jakartakita.com – Laporan yang dirilis oleh Mercer Marsh Benefits (MMB) menyebutkan, perusahaan asuransi di Asia mengalami kenaikan inflasi terkait biaya program manfaat kesehatan yang disponsori oleh perusahaan, dimana angkanya melebihi biaya sebelum pandemi.
Laporan bertajuk MMB Health Trends itu juga menyebutkan, terjadi peningkatan biaya mencapai hingga 3,5% pada tahun 2020 dan 8,8% pada tahun 2021, dimana perusahaan asuransi memperkirakan peningkatan biaya medis hingga 10% pada tahun 2022 – empat kali lipat dibandingkan perkiraan tingkat inflasi secara umum untuk wilayah Asia.
Sedangkan untuk Indonesia, tren medis diperkirakan akan meningkat hingga 14% pada tahun 2022 – hampir lima kali lipat dibandingkan perkiraan tingkat inflasi umum untuk negara tersebut.
Adapun laporan MMB Health Trends melakukan survei terhadap 210 perusahaan asuransi secara global, termasuk 74 perusahaan di Asia, dan mengidentifikasi tren utama yang memengaruhi masa depan manfaat kesehatan yang diberikan oleh perusahaan.
Hasil survei menunjukkan, bahwa lima negara di Asia mengalami tingkat tren medis yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata regional (8,8%) pada tahun 2021, yaitu India dengan tingkat inflasi medis tertinggi sebesar 14%, disusul oleh China (12%), Indonesia (10%), Vietnam (10%), dan Filipina (9%).
Secara keseluruhan, sebanyak 81% perusahaan asuransi di Asia menunjukkan peningkatan aktivitas klaim medis pada tahun 2021, meskipun 53% perusahaan asuransi melaporkan berkurangnya jumlah klaim medis dibandingkan sebelum pandemi.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (The Center of Disease Control and Prevention) telah mengidentifikasi penyakit tidak menular (PTM) sebagai penyebab utama kematian secara global, dimana sebanyak 62% dari kematian tersebut terjadi di Kawasan Asia Tenggara.
Laporan tersebut mengungkapkan, bahwa kanker (55%), penyakit pada sistem peredaran darah (43%) dan Covid-19 (36%) adalah penyebab utama klaim medis pada tahun 2021, sementara penyakit pernapasan (47%), penyakit gastro-intestinal (36%) dan Covid-19 (34%) merupakan kondisi kesehatan yang paling banyak menyebabkan klaim.
“Biaya pengobatan mengalami kenaikan meskipun tingkat perawatan medis lebih rendah dibandingkan sebelum pandemi. Hal tersebut diperburuk dengan perawatan kesehatan yang tertunda sehingga memiliki dampak yang lebih buruk dan membutuhkan biaya yang besar,” ungkap Joan Collar, Pemimpin Regional Asia, Mercer Marsh Benefits, seperti dilansir dalam keterangan pers, Rabu (30/3).
“Mengurangi PTM tetap menjadi prioritas utama bagi pemberi kerja dan perusahaan asuransi untuk menjaga kesehatan karyawan dan kesejahteraan bisnis. Dan yang terpenting, manfaat kesehatan yang disponsori oleh perusahaan harus dilihat sebagai investasi untuk kesejahteraan karyawan daripada pengeluaran. Menyematkan produk perawatan diri dan kesehatan digital ke dalam perencanaan manfaat merupakan pilihan yang bermanfaat bagi perusahaan serta mendukung keterlibatan karyawan. Karyawan yang merasa dipedulikan oleh perusahaan, baik secara kesehatan maupun kesejahteraan, akan lebih termotivasi, produktif, berkomitmen, dan loyal kepada perusahaan,” jelasnya lagi.
Terdapat kesenjangan terhadap cakupan kesehatan mental, meskipun manfaat inklusif meningkat
Dari semua kawasan secara global, laporan MMB Health Trends mengidentifikasi Asia sebagai kawasan yang memiliki cakupan paling tidak memadai dalam kesehatan mental dengan hanya 34% dari perusahaan asuransi yang menyediakan cakupan perawatan rawat jalan untuk penyakit terkait kesehatan mental, dan hanya 21% yang menyediakan cakupan untuk tindakan pencegahan kesehatan mental.
Selain itu, 32% tidak menawarkan pertanggungan untuk layanan kesehatan mental.
Hal tersebut mencerminkan kesenjangan yang besar antara akses untuk perawatan yang berhubungan dengan kesehatan mental dan beban risiko kesehatan mental.
Namun, penelitian menunjukkan bahwa 33% perusahaan asuransi senantiasa membuat perubahan untuk memfasilitasi rencana medis yang lebih inklusif dengan memungkinkan cakupan untuk karyawan tidak tetap maupun karyawan tetap, dimana 54% telah menambahkan atau mempertimbangkan untuk memperpanjang biaya yang memenuhi syarat yang lebih inklusif untuk perempuan.
“Perusahaan perlu mengembangkan strategi kesehatan mental untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan mereka secara menyeluruh, dan menyempurnakan strategi manfaat mereka untuk menyelaraskannya dengan tujuan keragaman, kesetaraan, dan inklusi untuk memenuhi kebutuhan karyawan yang beragam. Dengan peningkatan jumlah karyawan yang mengalami kelelahan dan burnout, hal ini menjadi keharusan di tempat kerja. Perusahaan perlu mengerahkan investasi dan sumber daya untuk mempertahankan tenaga kerja yang tangguh secara mental,” beber Joan.