Pengacara Merah Putih, Deolipa Yumara Luncurkan Majalah Angkatan Bersenjata
Jakartakita.com – Media cetak belum berakhir. Itulah spirit kami, saat merintis majalah baru ini hadir di hadapan pembaca. Dengan munculnya Majalah AB, setidaknya dapat membantah adagium bahwa Media Cetak sudah tamat.
Di tengah pesatnya perkembangan media digital, majalah Angkatan Bersenjata (AB) fokus menampilkan berita dan artikel tentang dunia militer, pertahanan, dan segala persoalan terkait, terutama menyangkut Indonesia. Baik itu sosial politik hukum ekonomi dan human interest lainnya. Majalah bulanan yang terbit perdana pada 3 Oktober 2022 ini dicetak antara 1.000 hingga 5.000 eksemplar.
Media merupakan saluran informasi literal yang berupa tulisan berada di dua tempat. Pertama, beberapa majalah dan koran di atas meja. Kedua, puluhan ribuan situs berita yang terdapat pada gadget yang terhubung dengan jaringan internet.
PT Deolipa Media Perkasa sebagai penerbit majalah AB, memilih menjadi salah satu dari beberapa yang berada di atas meja. Per tahun 2021 sekitar 15% informasi yang didapat masyarakat berasal dari media cetak. “Saya masih meyakini banyak kalangan masih memburu media cetak seperti majalah berita kita, karena akurasi dan obyektifitas media cetak dapat diukur secara lebih mudah,” ujar Deolipa Yumara selaku Komisaris sekaligus owner PT Deolipa Media Perkasa.
“Media online kadang suka membingungkan, medianya sangat banyak saat ini, tapi isi beritanya seragam, kadang percis sama”, imbuh Deolipa saat jumpa pers di Balai Wartawan, Jakarta, Senin (3/10).
Keyakinan yang sama diungkapkan Tb Budi Rachman, Direktur Utama PT Deolipa Media Perkasa. Pangsa pasar dan peminat media cetak khususnya majalah, masih menarik untuk digarap dalam industri media. ” Ceruk iklan media cetak seperti majalah masih menjanjikan, jika dikelola secara cerdik dan profesional’, jelas Tb Budi Rachman pada media. Namun Tb Budi menolak menjelaskan seperti apa kiat dan strategi bisnisnya majalah AB ke depan. “Itu rahasia dapur”, ungkapnya.
Dalam kajian kami sebagai pengelola AB, majalah masih menjadi salah satu pilihan kelompok tertentu dalam mendapatkan informasi yang berkualitas (faktual, akurat, komprehensif). Dalam analisis kami, yang didukung oleh statemen dari lembaga survey yang fokus pada media, media cetak memiliki beberapa kelebihan dibanding media digital.
Berita dan artikel yang ditampilkan media cetak lebih bisa dipercaya. Berita dan artikel yang ditampilkan lebih komprehensif. Media cetak tidak membutuhkan jaringan internet.
Pembaca tidak terganggu oleh tayangan iklan yang menutupi tulisan. Menggunakan gaya bahasa yang wajar dan mengikuti kaidah bahasa. Media cetak lebih bertanggungjawab, karena mencantumkan alamat perusahaan penerbit, awak redaksi dan penanggungjawabnya jelas.
Ketika orang memegang majalah atau koran, kemungkinannya ya hanya membaca berita dan artikel. Berbeda dengan memegang gadget, ada banyak pilihan, mendengarkan musik, nonton film, bermain game, dan seterusnya. Pembaca media cetak memiliki kebutuhan akan informasi dan minat baca yang lebih tinggi,” ujar Budhius Ma’ruf Piliang selaku Pemimpin Redaksi dan Penanggungjawab Majalah AB.
Buktinya, media-media cetak ternama di dunia seperti Times, American Economic Review, Forbes, New York Times, Washington Post, dan lain-lain, masih terbit dalam bentuk malajah cetak. Begitu juga di Indonesia, Kompas, Media Indonesia, Bisnis Indonesia, Republika, Koran Sindo, Jawa Pos, Pikiran Rakyat, dan lain-lain masih terbit hingga hari ini. Bahkan belum lama ini di Bandung terbit sebuah koran baru Galamedia.
Fakta-fakta ini bisa diinterpretasikan bahwa, meskipun secara prosentase sudah menurun dalam 15 tahun terakhir, jumlah pembaca media cetak masih besar. Selain itu, pembaca media cetak yang rentang usianya antara 20 hingga 70 tahun, adalah kelompok masyarakat yang benar-benar memiliki kebutuhan akan informasi dan kepedulian terhadap apa yang terjadi di Indonesia.
Mengapa fokus pada informasi-informasi kemiliteran dan pertahanan? Budhius menjelaskan, perang adalah salah satu budaya tertua dari umat manusia, perang adalah keniscayaan dari peradaban manusia. Menyikapi keniscayaan itu, dari jaman ke jaman umat manusia mengembangkan alat dan sistem untuk berperang. Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, budaya perang semakin terakomodasi. Bahkan, saat ini perang sudah menjadi industri yang menjanjikan cerukan bisnis yang sangat besar.
Saat ini terdapat puluhan wilayah konflik di empat benua, Afrika, Eropa, Asia, dan Amerika dalam berbagai tingkatan intensitas, mulai dari perang terbuka, hingga serangan-serangan sporadis yang dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua. Selain itu, hal yang harus dipahami adalah ketegangan antar negara yang berpotensi menjadi konflik terbuka di Indo Pasifik, di mana secara geografis Indonesia tepat berada di tengah kawasan ini. Berangkat dari situasi itulah, AB menetapkan tagline, “Menjaga Kepentingan Nasional”
Majalah AB akan menyajikan informasi-informasi faktual, akurat, dan komprehensif mengenai perkembangan isu-isu seputar kemiliteran dan pertahanan. “Selain itu, kami juga akan menampilkan ulasan mengenai sistem persenjataan terbaru, feature tentang figur-figur besar kemiliteran, sejarah dan kisah perang,” ungkap Budhius.
Karena bagaimanapun, hingga beberapa waktu ke depan, konflik dan perang akan terus terjadi. Karena perang dipicu oleh gap antara ketersediaan alat pemenuh kebutuhan hidup manusia, dengan kebutuhan itu sendiri. Sementara seiring berjalanya waktu, sumber daya alam yang ada di dunia makin terbatas, di sisi lain jumlah manusia terus bertambah. Terjadilah perebutan, konflik, perang. (Doni)