Kulik Solusi Alam Untuk Turunkan Emisi Lewat Konferensi Internasional
Jakartakita.com– Laporan United Nations Environment Programme (UNEP) dalam Emission Gap (2023) mendapati kemajuan yang cukup baik sejak ditekennya Paris Agreement tahun 2015. Saat ini diproyeksikan keberhasilan dalam upaya pengurangan emisi karbon meningkat sebesar 3 persen, salah satunya melalui Solusi Berbasis Alam (Nature-Based Solution, NBS).
Direktur Strategi, Portofolio dan Pengembangan Usaha (SPPU) Pertamina, Atep Salyadi Dariah Saputra, menyebut NBS menjadi bagian dari inisiatif strategis Pertamina dalam mendukung pencapaian net zero emission.
“Inisiasi program NBS yang dijalankan Pertamina Foundation sebagai perpanjangan CSR Pertamina menjadi miniatur konsep bisnis berkelanjutan yang harus terus dijalankan ke depannya. Berbagai program Pertamina Foundation yang meliputi aspek keragaman hayati, biodiversity dan community development diharapkan dapat berkontribusi dalam komitmen penurunan emisi Indonesia sebesar 31,89% pada 2030,” ujar Atep Salyadi dalam siaran pers baru baru di Jakarta, Rabu (29/11).
Konferensi dengan tema ‘Nature-Based Solution in Climate Change (RESILIENCE)’, menjadi gelaran ke-2 simposium internasional yang menghadirkan para pakar bidang energi dan lingkungan.
Meski investasi global pada NBS mencapai 154 miliar per tahun (2022), penerapan NBS bukan tanpa tantangan. Kesenjangan pemahaman terkait penerapan NBS dan efektifitasnya, keragaman nilai dan persepsi stakeholders, serta keterbatasan kebijakan dan instrumen ekonomi, adalah beberapa dari tantangan dihadapi. RESILIENCE 2023 diharapkan dapat menjadi ajang diskusi untuk menjawab tantangan penerapan NBS.
“Pertamina Foundation sebagai perpanjangan CSR PT Pertamina (Persero) turut berkontribusi dalam NBS lewat program Blue Carbon Initiatives (BCI) dan Hutan Pertamina. Kami mengimplementasikan dua project utama BCI yakni, Kwatisore dan Lembata Project dan tiga project Hutan Pertamina, yakni Hutan Pertamina-UGM, Hutan Pertamina Badak LNG, dan Hutan Pertamina Mahakam. Disamping mendujung pengurangan karbon, program-program tersebut juga diarahkan pada pengembangan komunitas dan biodiversity,” jelas Agus Mashud S. Asngari, Presiden Direktur Pertamina Foundation.
Sementara itu, Direktur Mobilisasi dan Sumberdaya Sektoral dan Regional, Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Wahyu Marjaka, dalam kata pengantarnya menyampaikan bahwa implementasi NBS menjadi sebuah langkah upaya mitigasi perubahan iklim yang baik.
“Konferensi internasional ini merupakan bentuk sinergi antara CSR PT Pertamina (Persero) melalui Pertamina Foundation dan Universitas Pertamina, dengan mewadahi para ekspertis untuk berbagi ilmu kepada masyarakat, khususnya generasi muda, konferensi ini dapat memberikan wawasan dan pemangku kepentingan terkait NBS,” kata Wahyu
Dalam perhelatan konferensi internasional RESILIENCE 2023 tersebut turut menghadirkan Prof. Lee Chun Hung dari Departemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup National Dong Hwa University, Dr. Ahmad Adrie Amir dari Universiti Kebangsaan Malaysia dan Andreas A. Hutahaean, Ph.D dari Wakil Direktur Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia.
“NBS menjadi aksi dalam menjaga dan melindungi sumber daya alam sehingga terciptanya sebuah kapasitas adaptif dalam merespon konsekuensi dari perubahan iklim. Kapasitas adaptif mengacu pada kemampuan sebuah sistem, institusi dan manusia dalam menyesuaikan diri terhadap potensi kerusakan serta memanfaatkan peluang sehingga terbentuknya kehidupan yang sustainability,” tambah Prof. Lee Chun Hung.
Sebagai fasilitator penyelenggara konferensi RESILIENCE 2023, Rektor Universitas Pertamina, Prof. Dr. Ir. Wawan Gunawan A. Kadir MS. berharap gelaran kegiatan simposium menjadi gerbang untuk mengoptimalkan potensi alam melalui penerapan riset dan jaringan akademisi bersama para pakar. “Universitas Pertamina membuka peluang sebesar-besarnya dalam upaya pengurangan emisi karbon melalui penerapan NBS. Kami terus berkolaborasi dalam menghadirkan mitra, ahli, dan sumber daya guna mendukung capaian NZE,” tutup Prof. Wawan. (Edi Triyono)