Bappenas Prioritaskan RPJMN 2025-2029 Pengembalian Naskah Manuskrip dan Infrastruktur Budaya
Jakartakita.com – Para akademisi hingga Trah Keluarga Sultan HB II dan pihak pemerintah menggelar seminar nasional terkait naskah kuno masa Sultan Hamengku Buwono II yang dirampas kolonial Inggris. Seminar nasional diinisiasi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, bekerja sama dengan Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) dengan tema “Repatriasi Naskah Kuno: Mengembalikan Identitas, Menjaga Warisan” (Kamis, 18/07/2024). Seminar nasional ini bisa diikuti secara real time melalui tautan zoom dan disiarkan langsung melalui Youtube PAPPBB Perpusnas RI.
Seminar nasional ini menghadirkan pembicara Dr Andin Bondar, Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Perpusnas RI, Prof Dr. Oman Faturahman, Guru Besar Filologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr Munawar Holil, Ketua Manassa, Dr Amich Alhumami, Deputi Bidang Pengembangan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan, Prof. Junaidi Guru Besar FIB Universitas Lancang Kuning Riau, Dr Ananta Hari Noorsasetya Yayasan Vasatii Socaning Lokika (Trah HB II).
Dr. Ananta Hari Noorsasetya selaku Yayasan Vasatii Socaning Lokika serta Trah Keluarga Sultan Hamengku Buwono II menambahkan, “Jika ini berjalan dengan baik saya pikir yang berhak untuk menerima manuskrip itu adalah kan Keraton itu sendiri. Karena keraton yang pernah dijarah atau diambil ya itu maksudnya agar bisa terealisasi dengan baik. Keraton sebagai penerima namun untuk penyimpanan itu kan sebaiknya negara berperan besar ya yaitu diserahkan kepada Perpustakaan Nasional karena tempat yang sudah sangat memadai infrastruktur yang juga sudah sangat bagus serta tata cara penyimpanannya.
Ia menambahkan Yayasan Vasatii sebagai pengusul bekerja sama dengan negara dan didukung oleh kraton sehingga ketika dikembalikan Keraton menerima dan kemudian negara bisa ikut serta dalam andil untuk penyimpanan di Perpustakaan Nasional agar bisa diakses oleh anak-anak bangsa. “Ya mungkin filternya atau suhunya atau tempat-tempat yang lain yang dirasa udah standarnya internasional kan gitu jadi jalurnya seperti itu,” jelas Ananta.
Prof Junaidi dari Universitas Lancang Kuning Riau menyampaikan betapa pentingnya naskah-naskah kuno bagi sebuah peradaban bangsa. Naskah itu merupakan warisan intelektual bangsa Indonesia yang dibawa oleh para penjajah ke negara mereka. Kita harus melakukan langkah-langkah strategis untuk mendapatkan lagi naskah kuno tersebut.
“Kami para akademisi mendorong pemerintah melakukan repatriasi atau pemulangan naskah kuno milik bangsa Indonesia yang berada di luar negeri. Kami para akademisi telah melakukan kajian terhadap naskah kuno. Dengan dipulangkannya naskah kuno tersebut, maka akan semakin banyak kajian bisa dilakukan.
Repatriasi Warisan Budaya Sri Sultan HB II sangat penting karena merupakan Nation Right (Haknya Negara). Manuskrip milik Sri Sultan HB II penting untuk identitas Jati diri Bangsa yang akan memperkokoh Nasionalisme sekaligus membangkitkan dan menggelorakan semangat kita sebagai bangsa yang beradab dan berbudaya.
“Dengan mengkaji naskah kuno, kita bisa menemukan nilai-nilai luhur yang ada di Indonesia. Sebagai warisan intelektual, naskah telah mencatat identitas, karakter, budaya dan sejarah bangsa Indonesia,” jelas Prof Junaidi.
Prof Junaidi menambahkan dengan diadakannya seminar ini kita berharap berbagai pihak memberikan perhatian khusus pada program repatriasi naskah kuno. Pengembalian Barang Repatriasi warisan Budaya Sri Sultan HB II, dapat memberikan kontribusi terkait pembelajaran, pemahaman berbagai sastra jawa kuno dan filologi, sejarah peradaban Nusantara. Pengembalian (Repatriasi ) aset dan manuskrip milik Sri Sultan HB II karena sangat penting sebagai sumber sejarah yang dapat dipelajari. “Kita harus strategi diplomasi dengan negara asing untuk mengembalikan naskah kuno ke Indonesia,” pungkasnya.
Dijelaskan pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono II, di Kraton Yogyakarta dikenal peristiwa sejarah Geger Sepehi tahun 1812. Terkait hal itu, Trah Keluarga Sultan HB II mendesak agar pemerintah Inggris segera mengembalikan manuskrip serta upaya repatriasi warisan budaya milik Sri Sultan Hamengkubuwono II sebagai benda cagar budaya.
Sementara itu, ADIN BONDAR selaku Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Nasional RI mengatakan perlu kebijakan negara yang utuh yang dituangkan di dalam program prioritas pembangunan di Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025 – 2029.
Ia menyebutkan masalah-masalah tersebut perlu didorong melalui kebijakan yang lebih masif lagi. Repatriasi naskah naskah kuno, lokal genius, kearifan lokal perlu menjadi bagian sebuah karakter bangsa yang kuat.
“Agar supaya kita punya rencana aksi nasional dan kita turunkan nanti pada peta jalan dan itu revitalisasi naskah manuskrip kuno tadi ada khususnya misalnya mengembalikan naskah yang ada di luar negeri tentang naskah kuno,” jelasnya.
Ia menyebutkan jika desain nasional yang dituangkan dalam RPJMN nantinya pemerintah dan masyarakat berkolaborasi sehingga bisa akan lebih cepat pengembalian naskah naskah kuno tersebut. Ia menambahkan jika semua terealisasi akan memberi multiplayer effect, dimana akan terus dikaji melalui riset, dikembangkan buku-buku konten penguatan karakter di sekolah-sekolah berbasis pada budaya tadi.
“Ya apalagi di setiap suku yang enggak ada naskah ukurnya nah kemudian di sana kan banyak juga pengetahuan yang bisa implementatif kita terapkan misalnya pengobatan, itu mas ya kita kembangkan misalnya kolaborasi dengan kedokteran modern seperti di Tiongkok, nah ini kalau kita gali secara dahsyat menjadi saksi strategi pembangunan nasional termasuk sumber daya manusia tadi,” jelasnya.
Ia juga berharap pada pemerintahan ke depan bisa turut mendorong dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) karena sekarang ini masa transisi. Bagaimana kita dorong pemerintah dalam hal ini Kementerian Pembangunan Perencanaan Pembangunan, Kepala Bappenas bisa memasukkannya menjadi prioritas pembangunan.
“Kami pemerintah misalnya, Perpustakaan Nasional RI dengan BRIN ini kan tinggal mengkolaborasikan saja soal bagaimana diplomasi kalau ini sudah menjadi prioritas pembangunan nasional dan bapak presiden nanti sudah mengetahui itu lebih gampang diplomasinya, saya yakin percaya semua anak-anak tadi itu bisa kita kembalikan seperti itu kemitraannya,” bebernya.
Pihak Lembaga Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melalui Udang-Undang 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan pasal 21 bahwa tanggung jawab pemerintah adalah dalam hal ini Perpustakaan Nasional menginventarisasi kemudian melestarikan mengembalikan naskah-naskah manuskrip yang ada di luar negeri dan seluruh manuskrip yang ada di tanah air untuk dimanfaatkan dalam rangka mendukung keilmuan dan juga penguatan budaya bangsa Indonesia.
“Regulasi sudah ada juga Perpustakaan Nasional sangat representatif sebagai lembaga negara dengan teknologi yang ada dengan kapasitas yang ada itu untuk menyimpan naskah manuskrip dan kemudian di samping itu juga ketersediaan tenaga Pak tenaga untuk melestarikan menjaga tenaga filolog yang untuk menginterpretasikan dan juga untuk mendesimilasi informasi-informasi yang ada. (Edi Triyono)