Jakartakita.com – Pesatnya perkembangan dan penetrasi fintech nampaknya menimbulkan tantangan baru, baik bagi masyarakat, pelaku industri, dan pemerintah, yaitu terkait kekhawatiran terhadap perlindungan data pribadi.
Survey Global Ipsos-Centre for International Governance Innovation (GICI) mencatat, sebanyak 8 dari 10 warganet global sudah mengkhawatirkan keamanan privasi mereka lebih banyak dibandingkan tahun lalu.
Kekhawatiran itu terutama muncul pada warganet di negara berkembang, dimana Indonesia menempati posisi ketujuh dengan jumlah warganet yang khawatir terkait keamanan sebesar 86%.
“Perlindungan data pribadi konsumen di berbagai layanan berbasis teknologi di Indonesia menjadi salah satu fokus yang harus kita cermati bersama. Meningkatnya inovasi serta digitalisasi di era teknologi saat ini tentu harus diimbangi dengan sikap yang bijaksana dan mawas diri. Teknologi mampu membawa dampak positif yang signifikan bagi kehidupan sehari-hari kita, namun pada saat yang sama juga mampu memberikan dampak yang merugikan jika tidak dimanfaatkan secara bijak,” ungkap Alie Tan, CTO & Co-Founder Kredivo, salah satu platform kartu kredit digital yang terdaftar resmi di OJK sejak 2018 lalu.
Melansir siaran pers yang diterima Jakartakita.com belum lama ini, Alie menyebutkan bahwa data dalam industri fintech memiliki peranan penting guna menghadirkan layanan inovatif bagi masyarakat.
Menurut Alie, analisis terhadap data membantu para pelaku di industri fintech untuk mampu memahami konsumen, memberikan layanan serta produk terbaik.
“Di Kredivo, data science membantu kami dalam proses mengenal nasabah secara virtual atau electronic Know Your Customer (e-KYC) serta dalam menentukan nilai kemampuan kredit pengguna sehingga pemberian kredit diberikan secara tepat sasaran,” jelas Alie.
Namun di satu sisi, lanjut Alie, perlindungan data pribadi pengguna juga menjadi hak para pengguna dan kewajiban pelaku industri untuk turut berkomitmen atas hal tersebut.
Lebih lanjut diungkapkan, sebagai seorang CTO, Alie tentu dituntut untuk paham akan keamanan data pribadi para pengguna sesuai dengan regulasi yang diatur OJK.
“Kategori dan batasan data pribadi itu sangat luas. Misalnya mulai dari data kependudukan, hingga jejak pesan singkat dan riwayat belanja online seseorang di ponselnya, itu berbeda-beda pengkategoriannya, ada yang mengkategorikannya sebagai data pribadi, ada yang tidak. Kredivo, sebagai layanan keuangan yang diawasi dan terdaftar di OJK tentu selalu merujuk pada regulasi OJK terkait batasan lingkup data pribadi para pengguna, tentang apa yang diperbolehkan untuk diakses, dan apa yang tidak diperbolehkan,” ungkap Alie.
Dirinya juga menambahkan, bahwa Kredivo sangat membatasi akses data pribadi pengguna mereka secara ketat. Bahkan pembatasan akses data pribadi pengguna juga berlaku bagi berlaku bagi karyawan internal dan tim engineer Kredivo yang ia nakhodai.
“Di internal perusahaan, kami pun menerapkan akses yang sangat ketat dan terbatas terhadap data pribadi pengguna. Semua data pengguna, kami enkripsi dan tidak dapat diakses oleh pihak luar maupun dalam dengan mudah. Termasuk kami investasi pada teknologi yang melindungi dari serangan hack. Data yang kami analisa pun bukanlah tentang identitas pribadi mereka, melainkan lebih kepada pola perilaku konsumsi pengguna,” jelas Alie.
Lebih lanjut, Alie juga memberikan contoh serupa bahwa di negara-negara Uni Eropa, perlindungan data pribadi menjadi hal krusial dan telah diatur dalam GDPR (General Data Protection Regulation), yang merupakan regulasi hukum Uni Eropa dan mengatur secara lebih rinci mengenai praktik penggunaan data pribadi milik warga Uni Eropa beserta dengan sanksi pelanggarannya.
Ditambahkan, merumuskan dasar perlindungan data pribadi memang menjadi pekerjaan rumah semua pemangku kepentingan terkait.
Bahkan, Uni Eropa melakukan pembahasan mengenai peraturan tersebut selama 4 tahun lamanya hingga kemudian mulai diberlakukan pada Mei 2018.
Adapun Indonesia sebagai salah satu negara dengan pengguna internet aktif terbanyak di dunia pun dapat melakukan hal serupa, guna menciptakan ekosistem digital yang aman dan lebih kondusif.
Menyikapi tantangan tersebut, masyarakat sebagai pengguna layanan dan jasa fintech atau aplikasi berbasis teknologi lainnya dituntut semakin cerdas dan bijaksana dalam mengelola serta melindungi data pribadinya.
“Pada dasarnya, kesadaran dan kebijaksanaan semua pihak dalam menginformasikan atau menggunakan data pribadi menjadi kunci dalam membangun digital society. Bagi para pelaku industri, sudah selayaknya untuk tidak selalu berorientasi pada keuntungan pribadi, namun lebih kepada kontribusi untuk turut menciptakan ekosistem digital yang aman dan lebih kondusif di Indonesia,” tandas Alie.