Riset: Ramadan Di Masa Pandemi, Kepemirsaan TV Meningkat 4 Kali Lipat
Jakartakita.com – Pandemi COVID-19 telah menyebabkan terjadinya perubahan perilaku konsumen, termasuk dalam hal mengkonsumsi media.
Dalam risetnya yang dirilis baru-baru ini, Nielsen menyebutkan, sejak diberlakukannya kebijakan Work From Home (WFH) dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), kepemirsaan TV lebih tinggi dengan rata-rata 12% dari periode normal, dimana segmen kelas atas mengalami kenaikan lebih tinggi yaitu 14% dengan durasi menonton TV yang juga meningkat menjadi 5 jam 46 menit.
Pada Ramadhan tahun ini, kepemirsaan TV menunjukkan tren yang lebih tinggi, dipicu beberapa hal diantaranya meningkatnya jumlah pemirsa yang mencapai empat kali lipat (+372%) saat Sahur hingga pagi (02:00-05:59).
Peningkatan juga terjadi di semua segmen usia, dan yang tertinggi (+45%) adalah di segmen usia anak dan remaja (10-14 tahun).
Di 11 kota yang disurvei Nielsen, kepemirsaan TV pun menunjukkan tren peningkatan.
“Peningkatan tertinggi terjadi di Jakarta (+29%), Yogyakarta (+29%), Palembang (+38%), Banjarmasin (+20%),” ungkap Hellen Katherina, Executive Director, Nielsen Media, Indonesia dalam siaran pers, Selasa (12/5).
Lebih rinci dijelaskan, dari sisi kategori program yang ditonton terlihat adanya perubahan pola yang terjadi selama WFH dan Ramadhan.
Sejak dimulainya WFH pemirsa TV lebih banyak menonton program serial dan berita, sementara selama periode Ramadhan pemirsa tak hanya lebih banyak menonton program serial, tapi juga program hiburan, religi, dan edukasi.
Adapun dari sisi belanja iklan sepanjang Januari-Maret menunjukkan tren positif, meskipun sempat melemah di April khususnya pada media TV dan cetak, namun kembali menguat di Mei 2020 pada media TV.
Pergeseran perilaku dan kebutuhan konsumen selama menjalani proses di rumah saja juga memicu beberapa merek mengambil kesempatan ini untuk lebih banyak beriklan.
Di antaranya, Telkomsel dan Tokopedia yang melihat meningkatnya kebutuhan akan data internet dan belanja online, Nutella yang mengambil peluang dari meningkatnya aktivitas sarapan di rumah, Indomie yang dipicu dari meningkatnya kebutuhan konsumen akan stok makanan instan, dan Vidio melalui iklannya menawarkan kebutuhan in-home entertainment yang sedang banyak dicari oleh konsumen.
Sementara itu, dari sisi kategori produk, beberapa kategori yang masuk 10 kategori pengiklan tertinggi produk malah meningkatkan budget iklannya lebih dari 20% di berbagai platform media.
Kategori Layanan online, Komunikasi, Perawatan Rambut, Makanan / Mi Instant, Kopi/ Teh, Susu untuk Pertumbuhan, Vitamin/Supplement memilih menambah budget iklannya di media tv dan digital.
Sementara kategori Jus dan iklan pemerintah/partai politik mengalokasikan budget iklannya lebih banyak ke media digital.
Sebaliknya, lanjut Hellen, Ramadhan di rumah saja tanpa mudik dan tradisi silaturahmi menjadikan beberapa kategori yang tidak lagi relevan terlihat mengurangi belanja iklannya di antaranya, kategori kecantikan dan fashion, rokok dan travelling.
“Meskipun pada periode Ramadhan ini konsumen lebih banyak beraktifitas di dalam rumah, namun pemilik merek dapat memanfaatkan pergeseran perilaku yang terjadi untuk tetap berkomunikasi dengan konsumennya; tentunya dengan menyeimbangkan tujuan merek dengan mempertahankan kreatifitas untuk mendapatkan kepercayaan konsumen, serta bersiap untuk kondisi normal yang baru di masa mendatang,” pungkas Hellen Katherina.
Untuk diketahui, informasi belanja iklan Nielsen diambil dari data Ad Intel yang memonitor aktivitas periklanan Indonesia. Di tahun 2018, monitoring iklan mencakup 15 stasiun TV nasional, 98 surat kabar, 65 majalah dan tabloid dan 200 situs. Angka belanja iklan didasarkan pada gross rate card, tanpa menghitung diskon, bonus, promo, harga paket, dan lain-lain.
Adapun Nielsen TAM di Indonesia melakukan pengukuran kepemirsaan atas semua televisi nasional terhadap lebih dari 8,000 orang berusia 5 tahun keatas di 11 kota di Indonesia (Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Semarang, Surakarta, Surabaya, Denpasar, Medan, Palembang, Makassar dan Banjarmasin). Hasil pengukuran tersebut tertuang dalam nilai rating, share dan indeks.