Pesan Buruh untuk para Cagub Jakarta
RILIS HASIL MONITORING
INDONESIA MEDIA MONITORING CENTRE (IMMC)
Tentang ISU BURUH DI JAKARTA
26 April 2011 – 26 April 2012
IMMC: PESAN BURUH UNTUK PARA CAGUB JAKARTA
Hasil riset media yang dilakukan Indonesia Media Monitoring Centre (IMMC) menemukan kesimpulan bahwa pemberitaan yang paling dominan terkait dengan buruh adalah Aksi Demonstrasi. Jumlahnya mencapai 58,1% dari total 897 pemberitaan (terbagi dalam 1413 isu) tentang buruh yang muncul dalam 1 tahun terakhir ini, yaitu sejak 26 April 2012 hingga 26 April 2012. Riset ini dilakukan di 3 media massa online nasional, yang secara metodologis representatif untuk memberikan gambaran pemberitaan gerakan buruh.
Setelah berita demonstrasi, menyusul berita tentang Upah Buruh sebanyak 29,6%, Kesejahteraan Buruh 12,9%, Penolakan Penaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) 12,9%, dan Mediasi Buruh sebesar 6,9%.
Yang menarik dari temuan IMMC inilah fakta bahwa dari 51,8% pemberitaan soal demonstrasi buruh, sebanyak 32,7% pemberitaan terpusat di wilayah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Menyusul setelah itu Jawa Barat (27,3%) dan Banten (20,3%). Artinya, dari berbagai aksi demonstrasi buruh, yang palign banyak mendapat perhatian media adalah demo yang terkonsenrtasi di Jakarta.
Apa kesimpulan yang bisa ditarik dari temuan IMMC tersebut?
“Jakarta adalah kawasan ‘favorit’ bagi para buruh dalam melakukan demonstrasi. Sebab Jakarta adalah pusat dari segala informasi dan basis komunikasi massa. Dengan mengkonsentrasikan aksi demonstrasinya di Jakarta, pesan yang diusung oleh buruh akan dengan cepat merambah ke berbagai provinsi di Indonesia. Jakarta mendapatkan proporsi yang besar dalam liputan media massa,” jelas Muhammad Farid, Koordinator Riset Indonesia Media Monitoring Centre (IMMC).
Karena itu, lanjut Farid, wajar sekali jika dari total 522 pemberitaan soal demontrasi buruh, proporsi pemberitaan Jakarta mengambil jatah sampai 30% lebih. Berbeda jauh dengan, misalnya Jawa Timur yang hanya 9% dan Sumatera yang 4,5%. Kedua provinsi terakhir ini, secara geografis, tidak berada pada pusaran isu nasional. Adapun Jawa Barat dan Banten, menurut Farid, posisinya menjadi penting juga karena terletak di sekitar Jakarta.
“Otomatis, isu yang memanas di Jakarta, perlahan mengalir ke wilayah sekitarnya, yaitu Jabar dan Banten. Apalagi, fakta menunjukkan bahwa dua provinsi ini memiliki jumlah buruh yang sangat banyak. Terutama di sentra industrinya. Aliran isu dari Jakarta mengalir cepat ke kedua provinsi ini,” terang Farid.
Terkait dengan ini, Farid menegaskan bahwa Gubernur Jakarta terpilih nanti harus memiliki sensitifitas dalam melihat fenomena dan peta persoalan ini. Pertama, kata Farid, gubernur mendatang dituntut untuk mampu memiliki respon yang cepat dalam mengapresiasi aspirasi dan tuntutan hak kalangan buruh. Jika tidak memiliki responsifitas yang cerdas, akan berdampak pada stabilitas keamanan Jakarta di masa mendatang. Mengingat konsolidasi gerakan buruh beberapa tahun ini semakin kuat.
Faktor kedua yang hendaknya dimiliki oleh Gubernur Jakarta Terpilih nanati, lanjut Farid, adalah pendekatan yang tepat dalam merespon aksi-aksi buruh. Tentang hal ini, Farid menjelaskan: “Jakarta ini tidak bisa didekati dengan cara yang ekstrem. Jika gerakan buruh direspon dengan pendekatan militeristik, rentan memicu aksi dan konflik yang lebih besar. Namun demikian, ketegasan dalam menghadapi persoalan ini juga diperlukan. Karena apa yang terjadi pada wilayah ibu kota, akan berpengaruh pada kondisi nasional. Dalam konteks ini, gubernur Jakarta yang terpilih mendatang, dituntut untuk memiliki kematangan karakter kepemimpinan.”
Namun, Farid menjelaskan bahwa diatas semua itu, cara yang paling efektif untuk “meredam” gerakn buruh adalah dengan mengakomodir aspirasi dan tuntutan hak mereka. Monitoring IMMC menunjukkan bahwa dari berbagai pemberitaan soal tuntutan buruh dalam aksi demonstrasi yang dilakukannya, sekitar 40,9% terkait dengan kenaikan upah. Setelah itu menyusul isu penolakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak sebanyak 21,8% pemberitaan dan isu kesejahteraan sebesar 16,6%.
Data tersebut, lanjut Farid, menunjukkan bahwa segala bentuk aksi demonstrasi yang dilakukan oleh buruh, bermuara pada terpenuhinya tuntutan kesejahteraan ekonomi mereka. Artinya, jika gubernur DKI terpilih nanti ingin “membersihkan” Jakarta dari segala bentuk aksi demonstrasi buruh, maka melahirkan regulasi yang mengapresiasi hak dan tuntutan mereka menjadi prioritas. Apalagi, persentase suara buruh di Jakarta dalam Pilgub nanti tak dapat diabaikan. Jadi kuncinya, para cagub yang saat ini sedang berkompetisi, harus pandai-pandai membaca aspirasi dan tuntutan para buruh.