Take a fresh look at your lifestyle.

Film Dokumenter Karya Sineas Bule ini Mengingatkan Masa Kejayaan Film Laga Indonesia

0 1,139

Tiket Pesawat Murah Airy

foto: istimewa
foto: istimewa

Jakartakita.com – Kamis malam (9/4/2015), sejumlah pengamat film, sineas dan pencinta film menonton bersama sekaligus mendiskusikan film “Garuda Power: The Spirit Within” di Auditorium IFI Jakarta. Sebuah film karya sineas bule asal Prancis, Bastian Meiresonne ini merupakan karya bersama antara Shaya Production Perancis beserta Sinematek Indonesia. Film ini telah diputar pada Festival Film Internasional, The 3rd Helsinki Asian Film Festival (Helsinki Cine Aasia/HCA) di Helsinki pada tanggal 12-15 Maret 2015.

Film berdurasi 77 menit ini menceritakan perkembangan industri film laga di Indonesia mulai dari tahun 1920-an hingga saat ini. Dengan narasi dalam Bahasa Indonesia, film ini mengupas sejarah perfilman Indonesia, khususnya film laga (action movies) dan kompleksitas permasalahan yang dihadapi oleh industri perfilman di Indonesia. Film ini dihiasi dengan cuplikan-cuplikan film laga Indonesia, termasuk dari film-film Indonesia yang sangat terkenal di jamannya, dari aktor-aktor laga kenamaan seperti Barry Prima, Advent Bangun, George Rudy dan lain sebagainya. Di akhir film juga ditampilkan komentar mengenai film laga Indonesia yang meraih hit internasional ”The Raid”.

“Film ini merupakan refleksi dari perjalanan perkembangan film laga di Indonesia hingga saat ini,” kata produser film ini, Dimas, pada diskusi malam tadi.

Film ini adalaj cuplikan dan pendapat para pakar serta pengamat film laga di Indonesia.

Related Posts
1 daripada 478

“Kami menginginkan bangkitnya kembali perfilman laga di Indonesia hidup kembali dan lebih asli,” ujar Dimas.

Ia menilai, dari tahun ke tahun produktivitas film laga Indonesia terus menurun, baik dari segi kuantitas maupun dari sisi kualitas.

“The Raid yang digadang hingga tembus Hollywood, ternyata hanya satu film itu saja. Setelah itu tidak berhasil mengangkat pamor film laga seperti zaman dulu,” kata Dimas.

Zaman dulu, film laga selalu ditunggu-tunggu penonton. Sebut saja Jaka Sembung, Angling Dharma, Gendhing Sriwijaya, Panji Tengkorak, Tutur Tinular, hingga Gundala.

Kebanyakan, cerita diangkat dari tokoh komik dan novel laris di Indonesia. “Sekarang aktor laga juga semakin berkurang, apalagi justru mempertontonkan bela diri luar negeri, padahal seni bela diri Indonesia lebih indah untuk ditonton,” katanya.

Ia berharap, dokumenter ini bisa mengingatkan kembali seni-seni film laga yang mulai tergerus film laga Hollywood yang lebih menjual efek visual.

Tinggalkan komen