Take a fresh look at your lifestyle.

Dompet Dhuafa Ajak Profesional Muda dan Sosialita Atasi Masalah Perkotaan

0 1,436
foto : istimewa

Jakartakita.com – Dompet Dhuafa mengajak para profesional muda dan sosialita untuk mengatasi masalah perkotaan.

Dalam sebuah diskusi di Jakarta, baru-baru ini, Bambang Suherman selaku Direktur Mobilisasi ZIS Dompet Dhuafa mengungkapkan, pihaknya mengajak para profesional muda, pegiat sosial, dan sosialita untuk menggagas Urban Volunteerism, sebuah gerakan kesukarelawan untuk mengatasi berbagai masalah perkotaan maupun lingkungan terdekat kita.

“Kerelawanan adalah warisan produktif nenek moyang kita sebagai Bangsa. Nilai kerelawananlah yang mengikat simpul-simpul masyarakat sehingga menjadi satu kerukunan dan saling menanggung. Sayangnya, nilai-nilai tersebut perlahan-lahan mulai terkikis,” tutur Bambang.

“Padahal kerelawanan akan menjaga nilai-nilai kemanusiaan masyarakat kota. Kerelawanan hadir untuk memastikan masyarakat kota tetap saling membutuhkan, berinterkasi, dan hidup sebagai mahluk sosial,” sambungnya.

Lebih lanjut dijelaskan, keterlibatan masyarakat urban dalam isu-isu kemanusiaan yang dikemas dengan cara atau gaya khas masyarakat urban, akan lebih mudah berhasil.

“Tantangan terbesarnya adalah kemasan acara dan tawaran keterlibatan yang produktif,” terangnya.

Related Posts
1 daripada 5,389

Menurutnya, sampai saat ini Dompet Dhuafa tetap konsisten mengajak sebanyak mungkin masyarakat dalam kegiatan kemanusiaan dan zakat.

“Di masa akan datang bahkan kita akan menggunakan instrumen teknologi untuk memperluas dan mempermudah dinamika para Volunteer,” jelas Bambang.

Adapun masalah perkotaan yang dimaksud adalah kemiskinan, yang juga menjadi salah satu masalah pelik di Indonesia.

“Kemiskinan metropolitan menunjukkan pola pembangunan yang kontradiktif: kualitas hidup yang tinggi namun dengan kemiskinan yang massif,” ujar Bambang.

Dari basis data terpadu TNP2K terakhir, diketahui penduduk miskin Jakarta dengan status sosial-ekonomi 40 persen terendah mencapai 992 ribu jiwa, atau sekitar 9,7 persen dari total penduduk Jakarta.

Dari sekitar 1 juta penduduk miskin Jakarta ini, terlihat bahwa salah satu karakteristik sosial utama rumah tangga miskin adalah tingginya tingkat putus sekolah. Dari sekitar 280 ribu anak miskin usia 7-18 tahun, sekitar 54 ribu diantaranya adalah tidak bersekolah, atau sekitar 19,4 persen.

Adapun komposisi penduduk miskin tidak bekerja, didominasi oleh kelompok umur produktif, yaitu 15-59 tahun.

Hal ini menandakan kalau pertumbuhan kota adalah tidak inklusif, kemajuan sektor industri dan jasa modern kota tidak banyak menciptakan tambahan lapangan kerja bagi kelompok miskin. (Hendry)

Tinggalkan komen