Jakarta Amburadul, Presiden Hanya Prihatin

Jakartakita.com: Jakarta amburadul. Itulah fakta kondisi ibu kota negara kini. Tak hanya bencana, masalah lalu lintas dan ketakutan akan kejahatan. Masalah pelik Jakarta juga muncul dari belakang kursi pemimpinnya, Gubernur Fauzi Bowo. Baru-baru ini, pria yang acap disapa Foke itu dituduh menjadi tikus penjerat uang alias koruptor.

Tuduhan itu dilontarkan Ketua Solidaritas Nasional Antikorupsi dan Antimakelar Kasus, Yurisman.

Yurisman memang belum menjelaskan berapa banyak uang rakyat yang diduga disabet Foke. Dia hanya memberi bocoran bahwa Foke diduga merauk kocek haram dari 10 proyek di pemerintahannya.

Meski begitu, Yurisman mengaku tak asal bunyi. Dia memiliki sejumlah bukti dan rekaman keterlibatan Raja Jakarta itu dalam perkara korupsi. Waspadalah Foke.

Perang Preman

Lain Foke, lain lagi masalah premanisme. Pascatertangkapnya John Refra Kei, gembong preman, sekaligus tersangka kasus dugaan pembunuhan terhadap mantan bos PT Sanex Steel Tan Harry Tantono alias Ayung, Jakarta dilanda perang preman.

Hal itu disebabkan terpecah belahnya kelompok John Kei. Sebagian masih setia pada pundak John Kei. Sisanya memilih berunjuk rasa dan menghujat mantan bosnya di Bundaran Hotel Indonesia dan Mabes Polri, beberapa saat lalu.

Dalam orasi tersebut, Daud Kei, anggota Angkatan Muda Kei (AMKEI), mendukung langkah kepolisian membelenggu John Kei.

Tapi, sahutan Daud Kei langsung disambut Tito Refra Kei (Adik John Kei). Tito lantang mengultimatum bahwa Jakarta bakal gempar jika terjadi sesuatu pada kakaknya. Perang preman semakin dekat.

Tak sampai semalam, pascaketegangan dalam kelompok Kei, perang preman akhirnya pecah di Jakarta. Tepatnya di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat. Suasana haru di kamar duka, karena kepergian kerabat, dini hari itu, dikejutkan dengan penyerangan puluhan orang. Alhasil, dua orang tewas di tempat, dan empat lainnya luka parah.

Bertambah mencenangkan, karena seorang preman wanita berambut pirang disebut-sebut turut mengangkat golok dan samurai.

Polisi langsung buka suara. Lewat Polda Metro Jaya, polisi menegaskan bahwa penyerangan di RSAPD bukanlah ulah John Kei.

Tak cuma berceloteh, polisi juga langsung bergerak, memburu para pelaku. Hasilnya, polisi tak butuh waktu lama untuk menetapkan tiga orang sebagai tersangka.

Berdasarkan keterangan para tersangka, polisi mendapati motif penyerangan diakibatkan bisnis narkoba dan utang piutang sebesar Rp320 juta.

Presiden Retorika

Seperti biasa, dalam menanggapi peliknya suatu persoalan bangsa, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hanya prihatin. Tanpa tindakan. Begitu pun dalam masalah pelik di ibu kota.

“Di era kebebasan demokrasi sekarang ini, di era mengemukakan hak termasuk HAM, kebebasan berserikat dan berkumpul, kebebasan pers, desentarlisasi dan otonomi daerah, sebagaian besar membawa kebaikan karena itu amanah reformasi. Tapi ada yang melemah, solidaritas, persaudaraan, persatuan dan kesatuan. Bahkan akhir-akhir ini muncul kembali aksi kekerasan, main hakim sendiri, premanisme dan konflik komunal atau horizontal,” ucapnya.

Sayang, sikap prihatin tidak akan mampu menyelesaikan masalah premanisme. Presiden seharusnya mampu garang. Dan menganggap premanisme sebagai masalah negara nan krusial.

Contohlah keberanian Presiden Meksiko, Felipe Calderon, yang terang-terangan mengumbar perang terhadap kartel narkoba sejak 2006 silam. Meski belum menumpas habis, setidaknya pergerakan kartel narkoba di negara itu semakin tersudutkan.

Memang tidak mudah menumpas masalah premanisme di Tanah Air. Apalagi, para preman dekil (jalanan) banyak dikelola oleh preman berkerah putih, lewat ormas, lembaga, bahkan partai politik, untuk mendukung segala pergerakannya.

Tetapi, dengan kekuatan yang dimiliki Indonesia, penumpasan premanisme bukan hal yang mustahil. Pemerintah harus menghilangkan ketakutan melawan preman. Juga menanam rasa yakin bahwa Indonesia mampu hidup tanpa preman.

Jangan jadikan kasus John Kei, penyerangan RSPAD dikubur tanpa mayat. Seperti kasus Blowfish, pembunuhan Basri Sangaji, kasus penusukkan Rafli, dan banyak lainnya.

Arman Sonto

Comments (0)
Add Comment