Sejarah Menteng

Jakartakita.com : Sampai awal abad ke-17, seluruh daerah di daerah selatan Benteng Rijswijk (1668) dan Noorjwijk (1657) kurang dikenal dan masih dihuni binatang buas. Dahulu daerah Menteng banyak ditumbuhi pepohonan rindang. Salah satu jenis pepohonan yang banyak tumbuh di daerah ini adalah pohon buah Menteng.

Menurut sumber yang terpercaya, pada pertengahan abad ke-18 daerah Menteng masih dimiliki oleh seorang tuan tanah keturunan Moor (Arab) bernama Assan Nina Daut. Kemudian dikuasai oleh J. Du. Chene de Vienne (1790) warga Belanda dan keturunannya. Pada pertengahan abad ke-19, saat terusan Suez dibuka, orang-orang Arab dari Hadramaut banyak yang bermigrasi ke pesisir Jawa. Sebagian besar banyak yang membeli tanah dan bermukim di Menteng. Dalam sebuah alamak berbahasa Belanda ‘Regeringsalmanak’ menyebutkan sejumlah anggota keluarga Shahab yang menjadi landheeren (tuan tanah) hingga tahun 1910 sebelum Menteng dikuasai kembali oleh Belanda.

Adalah P.A.J. Moojen sang arsitektur Belanda yang pertama kali merancang kawasan Menteng. Rancangan awalnya memiliki kemiripan dengan model kota taman dari Ebenezer Howard, seorang arsitektur pembaharu asal Inggris. Bedanya, Menteng tidak dimaksudkan berdiri sendiri namun terintegrasi dengan suburban lainnya. Thomas Karsten seorang pakar tata lingkungan semasanya, memberi komentar bahwa Menteng memenuhi semua kebutuhan perumahan untuk kehidupan yang layak.

Proyek Menteng dinamakan Nieuw Gondangdia dan menempati lahan seluas 73 ha. Pada tahun 1890 kawasan ini dimiliki oleh 3.562 pemilik tanah. Batas selatannya adalah Banjir Kanal Barat yang selesai dibangun 1919. Rancangan Mooijen dimodifikasi oleh F.J. Kubatz dengan mengubah tata jalan dan penambahan taman-taman hingga mencapai bentuk yang tetap antara 1920an dan 1930an. Sebagai kota taman, di kawasan ini banyak dijumpai taman-taman terbuka. Yang terbesar adalah Taman Suropati yang terletak di antara Jalan Imam Bonjol dan Jalan Diponegoro.

Kawasan Menteng merupakan kawasan yang asri, nyaman dan indah, sebuah pemukiman yang disenangi oleh masyarakat Eropa dan masyarakat pribumi kelas menengah ke atas. Karakteristik arsitektural dari bangunan rumah di kawasan Menteng secara umum memang terdapat beberapa gaya. Ada yang berciri klasik/gaya old indischeNieuwe Zakelijkhed, Indis Baru, Art Nouveau/Art Deco, Amsterdam, De’ Stijl, Le Corbusier yang menerapkan unsur-unsur rumah tradisional Eropa, tradisionalisme Indonesia yang menerapkan detail-detail berakar dari arsitektur tradisional Indonesia, gaya art deco ataupun moderen tahun 1930 an, disamping gaya villa atau bungalow Belanda.

Sebagai pelengkap dari lingkungan perumahan dibangun pula berbagai bangunan utilitas dan fasilitas di kawasan Menteng antara lain :

  • Gedung N.V. de Bouwploeg (sekarang Mesjid Cut Mutia).
  • Gedung Bataviasche Kunstkring (sekarang kantor Imigrasi).
  • Gedung Nassaukerk (sekarang Gereja St.Paulus dan Gereja Theresia).
  • Gedung-gedung kantor dan sekolah yang sampai sekarang masih ber-fungsi seperti itu : Gedung Ditjen Kebudayaan, gedung sekolah di HOS. Cokroaminoto, jl. H.Agus Salim.

Setelah kemerdekaan Indonesia, Menteng menjadi daerah elit di Jakarta. Banyak tokoh penting dan konglomerat ternama tinggal di wilayah Menteng, termasuk tokoh proklamator Indonesia Soekarno & Moh. Hatta. Menteng menjadi saksi penting sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Bahkan di kawasan inilah para pemimpin bangsa menyusun naskah proklamasi di jalan Imam Bonjol No. 1 (eks. Rumah Laksamana Maeda yang kini menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi).  Menteng juga pernah menjadi tempat tinggal masa kanak-kanak Presiden Amerika Serikat ke-44, Barack Obama. (Risma/berbagai sumber)

Gereja St. PaulusGondangdiaJakarta Tempo DuluKunstringMasjid Cut MutiaMentengMoojenNassauTaman Suropati
Comments (1)
Add Comment
  • Hermes handbags sale

    Setelah kemerdekaan Indonesia, Menteng menjadi daerah elit di Jakarta. Banyak tokoh penting dan konglomerat ternama tinggal di wilayah Menteng, termasuk tokoh proklamator Indonesia Soekarno & Moh.