Di Jakarta sendiri, ada berbagai macam perusahaan taksi. Standar pelayanan taksi yang berbeda satu sama lain, membuat warga Jakarta memiliki kecenderungan untuk memilih merek taksi tertentu, meskipun harus membayar lebih mahal dan kadang harus mengantri lama.
Tahukah Anda kalau taksi sudah masuk di Kota Batavia (Jakarta) sejak tahun 1930-an. Namun jumlahnya masih sangat terbatas. Taksi merupakan kendaraan umum yang ekslusif. Hanya orang-orang kaya pada zaman dahulu yang bisa menggunakan taksi sebagai alat kendaraan umum.
Walaupun taksi adalah kendaraan umum yang ekslusif, Pemerintah Hindia Belanda pada saat itu melarang pengendara taksi untuk mengambil dan menurunkan penumpang di sembarang tempat. Pemerintah menyediakan terminal khusus taksi yang tersebar di berbagai tempat, antara lain; di Lapangan Gedung Balai Kota (Stadhuis), Kali Besar Barat dan Lapangan Glodok (Glodok Plein), Harmonie, Pintu Air, Stasiun Gambir, Deca Park, Gedung Kesenian (Stadsschouwburg), Sebelah Selatan Lapangan Banteng (Waterlooplein), pojok Menteng atau Gondangdia Lama, Entrée Saleh (kini Jalan Raden Saleh), Kebon Binatang di Cikini, Krekot, Pasar Baru dan Senen.
Biaya sewa taksi dihitung berdasarkan jarak yang ditempuh. Biaya sewa taksi yang dikenakan dibedakan antara siang (06.00-23.00) dan malam (23.00-06.00). Biasanya biaya taksi di malam hari lebih mahal 50% dari biaya di siang hari. Sedangkan biaya menunggu permenitnya adalah 5 sen.
Setiap pengendara taksi pada zaman dahulu wajib memiliki SIM (rijbewijs). Pemerintah kota berhak untuk mencabut rijbewijs bila pengendara taksi melanggar peraturan, termasuk merokok sambil mengendarai taksi berpenumpang. Taksi merupakan salah satu kendaraan umum paling aman di zamannya. Makanya para noni Belanda lebih senang naik taksi walaupun harus membayar dengan sangat mahal. (Risma/berbagai sumber).