Mari kita lihat, bangsa Eropa membuat animasi dengan pemikiran rasional disertai pemaparan karakter yang mendalam. Animasi bagi bangsa Jepang tidak lepas dari Obsesi, penggambaran tokoh maupun cerita tidak terpisahkan dari Fantasy. Bagi saya, Amerika sebuah Industri dimana Animasi adalah Energi, Antusiasme, dan gaya hidup! Lantas, bagaimana dengan Animasi Indonesia..?
Jangan tanyakan lagi apakah Animator Indonesia mampu membuat kota Jakarta hancur oleh amukan monster seperti kota New york dihancurkan Godzilla dalam film “Godzilla”. Potensi dan kemampuan SDM dibidang komputer untuk film dan animasi, sangat berlimpah dan mumpuni. Begitupun di dunia pendidikan, sudah ada upaya serius untuk membekali wawasan dan pengetahuan para siswa melalui kurikulum sebagai dasar kompetensi dibidang film dan animasi. Sejak usia sekolah mereka sudah dipersiapkan, didorong dan diposisikan sebagai output pendidikan yang siap pakai. Potensi dan kemampuan para siswa untuk menjawab tantangan industri per-filman dan animasi, sudah cukup menggembirakan. Pertanyaannya adalah: Dimanakah industrinya…? Apakah tempat untuk menampung kreatifitas mereka sudah berbanding lurus ketika mereka memasuki dunia kerja..?
Indonesia tidak pernah ketinggalan dalam urusan membicarakan tentang animasi. Seminar, saresehan, workshop bahkan lembaga kursus, pelatihan, dan sebagainya sudah banyak diselenggarakan dan didirikan diseluruh pelosok negeri ini. Lantas, bagaimana setelah itu….???
Berbicara animasi, tentu saja tidak bisa lepas dari kata industri. Artinya, dibutuhkan berbagai unsur yang berkaitan dengan proses dan hasil produksi itu sendiri. Para pelaku animasi atau Animator tidak bisa dibiarkan bekerja secara individu, tapi harus dimobilisasi dalam satu wadah dan tekad. Seminar dan workshop akan lebih tepat apabila menghadirkan seluruh unsur yang memiliki kepentingan seperti: investor sebagai penyandang dana, media sebagai mitra, masyarakat sebagai konsumen, dan yang tidak kalah penting hadirnya para pembuat kebijakan di pemerintahan untuk ikut mendukung secara benar dan nyata dengan membuat sebuah kebijakan yang bisa menempatkan produk animasi yang dihasilkan menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Minimnya produk animasi yang bisa dinikmati masyarakat di negeri ini bukan terletak pada masalah kualitas, tapi karena tidak ada industri yang bisa menjaga konsistensi komunitas animator itu sendiri. Pencanangan ekonomi kreatif dibidang animasi bukan hanya sebatas mencetak buku panduan, Workshop bukan sekedar sharing bagaimana membuat film animasi yang baik dan benar, seminar bukan hanya pembahasan software dan perangkat kerja yang harus digunakan, dan lomba-lomba yang diselenggarakan bukan sekedar ajang pamer teknologi dengan sang juara mengangkat piala di akhir acara, tetapi mencari solusi bersama agar produksi bisa dijalankan secara berkelanjutan, darimana bisa diperoleh ongkos produksi, bagaimana memasarkan hasil produksi, bagaimana menjaga konsistensi, bagaimana karyanya bisa dinikmati oleh masyarakat, bagaimana kontribusi yang diperoleh sehingga karya yang dihasilkan menjadi sebuah kebanggaan, dan sudah tentu profesi yang dijalani bisa mensejahterakan.
Seandainya, semua unsur tadi bisa duduk bersama, maka akan tercipta sebuah industri, bukan sekedar rumah-rumah produksi yang “ada order kumpul ga ada order bubar”, tapi sebuah industri masal akan selalu menyerap tenaga kerja yang selama ini sudah lebih dulu dihasilkan dari sebuah proses pendidikan, pembelajaran, pelatihan, dsb. Tentu, baik pemerintah maupun para pelajar akan memiliki alasan yang bagus, kenapa harus diadakan kurikulum jurusan animasi dan kenapa para siswa memilih menggeluti bidang animasi, ya..karena animasi bukan sekedar mimpi, tapi sebuah Industri yang nyata tempat mereka kelak bekerja. Barangkali, sudah saatnya segala hal tentang animasi bukan lagi sesuatu yang hanya menarik untuk diperbincangkan, tapi sebuah karya yang menciptakan kesejahtraan untuk dikerjakan.
Bagaimanapun kondisi saat ini, para pekerja seni (animator) tidak boleh cengeng, harus terus berjalan, konsistensi diperlukan dan tidak boleh menyerah. Memang, butuh perjuangan yang sangat panjang meski untuk membuat film pendek. Mari kita bersama-sama menciptakan network untuk memasyarakatkan animasi dan menganimasikan masyarakat di Indonesia. Boleh setuju boleh tidak, lima tahun kedepan kita akan mampu melakukan SSA ( Swa Sembada Animasi ). Boleh ketawa bangga!!! selamat berkarya, genk!:D
(dpikie)
😀