Jakartakita.com – Konon menurut para ahli sejarah, penduduk asli Betawi telah mendiami Jakarta dan sekitarnya sudah ada jauh sebelum Kesultanan Banten menyerbu Pelabuhan Sunda Kelapa pada tahun 1527, jauh sebelum Belanda mengambil alih Jayakarta dari tangan Banten dan mengubahnya menjadi Batavia. Menurut sumber literatur, penduduk asli Betawi dipercaya sudah ada sejak zaman Neoliticum sekitar 1.500 tahun sebelum masehi.
Penduduk asli Betawi adalah penduduk Nusa Jawa, yang merupakan nenek moyang dari orang Sunda, Jawa dan Madura. Penduduk asli Betawi ber bahasa Kawi atau Jawa kuno dan mengenal aksara ‘hanacaraka’ yang juga merupakan aksara Jawa dan Sunda.
Alkisah, pada abad ke-2 Masehi hiduplah seorang pria bernama Aki Tirem. Aki Tirem yang hidup di daerah Kampung Warakas (Jakarta Utara) hidup dari membuat priuk dari perak. Kebetulan anak gadis Aki Tirem dipersunting oleh Dewawarman, seorang berketurunan India. Dewawarman mendirikan kerajaan Salakanagara pada tahun 130 Masehi yang merupakan cikal bakal penduduk Betawi.
Salakanagara berasal dari bahasa Kawi, ‘salaka’ berarti perak dan ‘nagara’ berarti kerajaan. Ridwan Saidi, sejarawan Betawi mengkaitkan kerajaan ini dengan laporan ahli geografi Yunani bernama Claudius Ptolomeus pada tahun 160 dalam buku Geografia yang menyebut bandar di daerah Iabadiou (Jawa) bernama ‘Argyre’ yang artinya perak. Dikaitkan pula dengan laporan dari Cina zaman Dinasti Han yang pada tahun 132 mengabarkan tentang kedatangan utusan Raja Ye Tiau bernama Tiao Pien.
‘Ye Tiau’ ditafsirkan sebagai Jawa dan ‘Tiau Pien’ sebagai Dewawarman. Termasuk dalam hal ini yang disebut Slamet Mulyana sebagai Kerajaan Holotan yang merupakan pendahulu kerajaan Tarumanagara dalam bukunya ‘Dari Holotan sampai Jayakarta adalah Salakanagara’.
Soal letak Salakanagara, Ridwan menunjuk kepada daerah Condet. Alasannya karena di Condet salak tumbuh subur dan banyak sekali nama-nama tempat yang bermakna sejarah, seperti Bale Kambang dan Batu Ampar. ‘Bale Kambang’ adalah pasangrahan raja dan ‘Batu Ampar’ adalah batu besar tempat sesaji diletakkan.
Di Condet juga terdapat makam kuno yang disebut penduduk Kramat Growak dan makam Ki Balung Tunggal yang ditafsirkan Ridwan adalah tokoh dari zaman kerajaan pelanjut Salakanagara yaitu Kerajaan Kalapa. Tokoh ini menurut Ridwan adalah pemimpin pasukan yang tetap melakukan peperangan walaupun tulangnya tinggal sepotong maka lantaran itu dijuluki Ki Balung Tunggal.
Konon dahulu, kerajaan Salakanagara maju pesat. Bahkan kerajaan yang berpusat di kaki Gunung Salak, Bogor ini sudah mengirim utusan ke daratan Cina dalam rangka hubungan dagang dan diplomatik pada tahun 432 Masehi. Hanya saja, usia kerajaan Salakanagara tidaklah berlangsung lama. Pada akhir abad ke-5, kerajaan ini berakhir dan digantikan oleh kerajaan Tarumanagara. Pusat kerajaan pun dipindahkan dari kaki Gunung Salak ke tepian Kali Citarum.
Salah besar kalo salakanagara itu berbahasa kawi, karna masih ada bahasa yang lebih tua lagi, yaitu sunda buhun dengan aksara buda dan aksara sunda kuna.