Jakartakita.com – Salah satu sumber gangguan perkembangan pada anak, yakni autisme, bisa ditemukan pada sperma ayahnya. Studi terbaru menemukan kaitan antara DNA dalam sperma dengan pola yang khas atau indikator penyebab autisme.
Dalam riset yang dilakukan tim dari Johns Hopkins University, diamati kemungkinan yang menyebabkan kondisi ini, di luar gen itu sendiri namun yang mengatur aktivitas gen.
Para ilmuwan meneliti epigenetik DNA dari sperma 44 orang pria beranak. Para pria ini merupakan bagian dari studi untuk mengetahui faktor yang berpengaruh pada bayi, sebelum didiagnosis autisme.
Riset tersebut juga melibatkan ibu hamil yang sudah memiliki anak dengan autisme. Para peneliti mengumpulkan informasi dan contoh biologi dari para ibu tersebut, ayah si bayi, dan si bayi setelah lahir.
Di awal kehamilan, contoh sperma dikumpulkan. Setahun setelah bayi lahir, mereka dites untuk mengetahui ada tidaknya gejala awal autisme.
Beberapa pola epigenetik ternyata juga ditemukan pada otak anak yang menderita autisme. Meski demikian, saat ini belum ada tes genetik atau epigenetik yang tersedia untuk mengetahui faktor risiko autisme.
Para pria sebaiknya tidak lagi menunda untuk segera punya keturunan. Pasalnya, makin lama pria menjadi ayah, kualitas sperma akan semakin menurun dan menjadi mutan. Peneliti memperingatkan, pria yang menjadi ayah dalam usia lebih tua berisiko memiliki anak dengan gangguan seperti autisme dan skizofrenia.
Dalam riset ini, peneliti meneliti potongan DNA dari 78 orangtua dan anak berkebangsaan Islandia. Dalam riset tersebut, peneliti menemukan hubungan langsung antara usia ayah dan jumlah mutasi DNA pada anak. Mutasi tersebut berkaitan dengan timbulnya spektrum autisme dan skizofrenia. Namun, gangguan DNA ini sama sekali tidak berkaitan dengan usia ibu. *
“Riset ini membantah anggapan umum yang mengatakan ibu sebagai sebab utama gangguan DNA pada anak. Gangguan tersebut sepenuhnya berasal dari pria dan semakin meningkat bersamaan usia calon ayah,” kata Kari Stefansson dari Decode Genetics. Gangguan langka ini akan bertahan dalam waktu lama dan memengaruhi kondisi lainnya selama perkembangan anak.
Riset ini juga membuktikan, tidak hanya memori dan elastisitas kulit yang menurun bersamaan dengan usia, tetapi juga DNA pada sperma. Semakin tua usia pria, proses pengopian makin tidak akurat dan kurang efisien. Akibatnya, makin banyak mutasi yang terbentuk dalam DNA pria. Menurut Wilkie, jika sperma DNA yang bermutasi ini berperan dalam pembentukan janin, risiko memengaruhi proses perkembangan anak semakin besar.
Jadi jangan salahkan bunda mengandung. Karena masalah kelainan DNA, autisme, dan lainnya pada anak disumbang oleh kelainan DNA sang ayah. (berbagai sumber)