Jakartakita.com – Kepala Pusat Penyuluhan Sosial, Kementerian Sosial RI, Tati Nugrahati, mengungkapkan bahwa modernisasi media turut andil dalam menyebarluaskan konten pornografi terutama di kalangan remaja, seiring banyaknya produk tontonan anak-anak, termasuk komik dan sinetron yang mengandung unsur porno.
“Produk sinetron Indonesia 57% mengandung pornografi,” kata Tati, saat berbicara pada kegiatan pesantren kilat Ramadhan 2015 yang diselenggarakan Serikat Pekerja Antara bekerja sama dengan Kementerian Sosial RI, Otoritas Jasa Keuangan dan SEAMEO Biotrop, di Bogor, Sabtu (4/7/2015) kemarin.
“Sumber yang kami dapatkan dari Yayasan Kita dan Buah Hati menyebutkan, anak-anak mendapatkan pornografi dari komik sebanyak 23%, game 17%, situs 17%, film 13% dan 57% sinetron Indonesia mengandung pornografi,” sambungnya.
Lebih lanjut dijelaskan, 1 dari 2 anak menonton pornografi di rumah. Satu dari setiap tiga anak sudah bisa melihat pornografi, dan reaksi mereka biasa saat melihat gambar porno.
Ditambahkan, film kartun Sincan juga terdapat unsur pornografi, dalam tayangan televisi juga memperlihatkan adegan berpacaran, pelukan dan ciuman. Bahkan dari komik juga dapat ditemukan gambar-gambar yang mengandung unsur sensualitas.
“Pornografi ini lebih berbahaya dari narkoba yang menyebabkan penyakit HIV/AIDS, dia memang tidak menyebabkan kematian. Tetapi menyebabkan kerusakan otak, gila atau bodoh,” katanya.
Dia juga mengungkapkan, banyak kasus perkosaan yang terjadi akibat pornografi, seperti kasus siswa SD di Pekanbaru dicabuli di bawah tangga sekolah, remas bagian intim guru, kepala sekolah dilaporkan ke polisi di Wawonasa, Kota Manado, serta kasus lainnya.
“Perlu ada penyebaran informasi, sosialisasi apa itu pornografi, agar masyarakat faham dan sadar akan bahayanya karena merusak otak. Karena beragam bentuk pornografi saat ini telah dihasilkan, dalam bentuk gambar, gerak tubuh, pesan, ilustrasi, bahkan suara,” katanya.
Ia menyebutkan, Pemerintah telah berupaya melindungi masyarakat dari bahaya pornografi, melalui Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografis yang memberikan sanksi tegas kepada pelaku, penyebar ataupun pembuatnya berupa penjara, hingga denda maksimal mencapai Rp2 miliar.
“Jadi jangan main-main dengan pornografi sanksinya sangat berat,” katanya.
Pemerintah, sambungnya, juga sudah melakukan upaya lain seperti memblokir situs porno. Tetapi upaya tersebut tidak maksimal, karena kecanggihan teknologi, saat 100 situ diblokir dalam waktu 2 jam timbul 200 situs baru.
Oleh karena itu, lanjut dia, masyarakat memiliki peran untuk melakukan pencegahan terhadap pornografi hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008. Peran yang dapat dilakukan masyarakat seperti melaporkannya, melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan, melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan, dan melakukan pembinaan kepada masyarakat terhadap bahaya dan dampak pornografi.
“Termasuk media memiliki peran yang sangat strategis sebagai penyampai informasi kepada masyarakat. Mengajak masyarakat untuk ikut kritis mencegah pornografi terjadi,” katanya. (Sumber : Antara)