Jakartakita.com – Semur jengkol adalah salah satu kuliner khas Betawi yang populer. Semur jengkol biasanya disajikan sebagai pelengkap nasi uduk Betawi.Dengan sedikit trik, jengkol bisa disulap menjadi makanan lezat sekaligus mengurangi aroma tak sedap yang biasa ditimbulkan setelah mengkonsumsi jengkol.
Namun tahukah Anda kalau semur jengkol yang terbilang makanan rakyat jelata ini ternyata terinspirasi dari pengaruh budaya luar, salah satunya Belanda?
Menurut Sejarawan JJ Rizal, Semur, masakan yang dikenal dengan kuah berwarna cokelat ini ternyata dipengaruhi oleh budaya Eropa, Timur Tengah India, Cina, dan Indonesia. Nama semur sendiri sebenarnya plesetan dari bahasa Belanda yaitu Stomerijj atau steamer (kukusan) yang merupakan alat masak.
Kebetuan pada zaman penjajahan mayoritas orang Belanda memiliki koki dan asisten rumah tangga orang pribumi. Para nyonya Belanda sering berteriak ke kokinya yang orang Indonesia asli “stomerijj!” Mungkin maksudnya masak di alat kukusan (stomerijj), namun kokinya yang orang pribumi mendengarnya smoor atau semur.
Hidangan semur yang kaya akan rempah-rempah dipengaruhi oleh cara bangsa India dan Timur Tengah mengolah masakannya. Sedangkan cita rasa kecap dan bentuk masakannya dipengaruhi oleh masakan Tionghoa peranakan.
Namun sebetulnya cara mengolah daging atau protein hewani lainnya yang harus dimasak lama (slow cooking) sudah dilakukan bangsa Indonesia sejak lama. Seperti pada pengolahan semur berbahan dasar daging dan lainnya.
Semur kemudian melekat menjadi tradisi bangsa Indonesia, dan menjadi menu favorit setiap keluarga Indonesia. Menu ini hadir dengan inovasi bumbu dan topping yang beraneka ragam.
Jika awalnya semur identik dengan daging sapi, kita sekarang bisa menemukan semur daging kambing, ayam, telur, tahu, tempe, jengkol,terong, dan bahkan ikan.
Mengenai mengapa semur jengkol akhirnya menjadi kuliner khas Betawi. Karena dahulu, hampir di setiap pekarangan rumah orang Betawi pasti ditemukan jengkol. Jengkol menjadi bahan panganan lezat yang berharga murah. Makanya orang-orang Betawi lebih suka menggunakan jengkol, tahu, tempe sebagai bahan dasar semur ketimbang daging yang notabene lebih mahal. Namun, pada perkembangannya, harga jengkol yang kian langka kini malah harganya bersaing dengan harga daging,