Seperti dilansir siaran pers Jumat (24/6/2016), audiensi ini merupakan tindak lanjut dari kampanye “Mari Bicara Kebenaran Tragedi Mei ’98” dan mengupayakan beberapa agenda memorialisasi yang belum terlaksana dari kerjasama antara Komnas Perempuan dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Bersama dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta, maka satu agenda yang tengah diupayakan adalah mengintegrasikan “Sejarah Mei ’98, Memorialisasi dan Napak Reformasi” sebagai mata ajar dalam kurikulum pelajaran sejarah pada sekolah di DKI Jakarta.
Mohammad Husin (Kepala Seksi Kurikulum SMA), menjelaskan bahwa secara nasional maka kebijakan kurikulum ada di Pusat Kurikulum (Puskur), namun ada daerah yang juga dapat membuat kurikulum yang disesuaikan dengan muatan lokal. Ia juga menyebutkan ada beberapa model muatan lokal yang ada selama ini, seperti muatan lokal yang berdiri sendiri (mandiri), terstruktur seperti pendidikan jasmani, seni dan kewirausahaan, dan model dengan cara terintegrasi dengan setiap mata pelajaran.
Menurut Mohammad Husin, maka saat ini Jakarta memang sedang mengupayakan konten muatan sejarah untuk diajarkan kepada semua siswa. Salah satu yang sempat diusulkan adalah tentang Budaya Betawi. Ia juga memberikan arahan untuk perlu diadakan focus group discussion dengan mengundang asosiasi guru-guru sejarah, ahli kurikulum dari pusat kurikulum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, akademisi/ sejarawan pendidikan, praktisi seperti dinas pendidikan, dan lainnya.
Dari diskusi yang dilakukan, maka apabila “Tragedi Mei ’98, Memorialisasi dan Napak Reformasi” menjadi muatan lokal untuk pendidikan sekolah di DKI Jakarta, maka dapat dilakukan dalam dua hal, yaitu Kurikuler dan Ekstra kurikuler. Namun dari diskusi, maka sebaiknya diupayakan menjadi muatan lokal pelajaran sejarah yang diintervensikan menjadi kurikuler, dan kegiatan Napak Reformasi pun masuk menjadi bagian dari kurikuler tersebut.
Napak reformasi menjadi semacam studi lapangan yang wajib dijalankan oleh siswa, dan setelah kegiatannya, maka setiap siswa diwajibkan untuk menuliskannya, karena termasuk dalam penilaian dari mata pelajaran tersebut.
Selain usulan untuk dimasukan ke dalam muatan lokal mata pelajaran sejarah, sebenarnya Tragedi Mei ’98 ini dapat juga dimasukan ke dalam mata pelajaran yang lainnya seperti Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) dan Sosiologi.
Tragedi Mei ’98 juga dapat dijadikan muatan lokal mata pelajaran Sosiologi, karena di dalam tragedi tersebut terdapat tema-tema yang terkait, seperti kekerasan seksual, relasi sosial, stratifikasi-segregasi dan kelas sosial saat terjadinya Tragedi Mei ’98 tersebut.
“Untuk muatan lokal di DKI Jakarta yang pasti juga telah disepakati oleh Gubernur,” ujar Mohammad Husin. Mengenai usulan ini, maka Dinas Pendidikan DKI Jakarta akan siap membantu. Setelah pertemuan ini, Komnas Perempuan akan mengadakan diskusi yang lebih mendalam dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Dirjen Kebudayaan untuk integrasi memorialisasi Mei ’98 untuk muatan kurikulum secara nasional.