Membangun Industri Baterai di Indonesia Jadi Tuntutan Era Industri 4.0

Jakartakita.com – Masyarakat Riset Material Indonesia atau Materials Research Society Indonesia (MRS-INA) bekerja sama dengan Universitas Prof. DR. Moestopo (Beragama) menggelar Konferensi Internasional tentang Material Maju di Sentul, Bogor, tanggal 8-9 Oktober 2019.

Rudy Haryanto selaku Ketua Penyelenggara mengatakan, konferensi ini bertujuan membahas perkembangan teknologi yang berkaitan dengan material maju beserta aplikasinya terutama sebagai bahan pembuat baterai. Melalui konferensi ini para peneliti dan peserta dapat mengikuti perkembangan penelitian terbaru.

“Diharapkan para peneliti dan peserta dapat mengikuti tren terbaru (late breaking news) dari para pembicara kelas dunia, mengenalkan dan mempromosikan penelitian dan institusinya dalam satu forum untuk saling berdiskusi dan mengembangkan jejaring,” jelas Rudy Haryanto saat ditemui Jakartakita.com di Sentul, Selasa (8/10).

Di tempat yang sama, peneliti Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) bidang Material Maju sekaligus Ketua MRS-INA, Evvy Kartini mengatakan, perkembangan penelitian di bidang material maju, saat ini telah berkembang pesat. Salah satu pemanfaatannya adalah sebagai bahan penyusun baterai lithium.

Terlebih lagi, setelah dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai, dimana baterai menjadi isu utama dalam penyediaan energi transportasi di masa mendatang.

“Pengembangan baterai lithium-ion dengan berbagai kelebihannya memiliki peran penting dalam pengembangan kendaraan listrik,” ujar Evvy.

Lebih lanjut diungkapkan, terkait dengan pengembangan baterai lithium-ion, bersama konsorsium, BATAN telah menjadi leading dalam pengembangan material elektrolit padat, berbasis gelas fosfat, yang akan menjadi baterai padat masa depan (all solid state Battery).

Hasil pengembangan baterai lithium-ion ini telah dimanfaatkan sebagai penerangan jalan umum (PJU).

“Selain itu, banyak inovasi terkait perkembangan material baterai, baik untuk katoda, anoda maupun untuk pengganti separator,” jelas Evvy.

Ditambahkan, sejalan dengan tuntutan era industri 4.0, dan Perpres No. 55 Tahun 2019, serta peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), dirinya memandang perlu membangun industri baterai di Indonesia. Menurutnya, hal ini akan menjadikan kemandirian energi tingkat nasional.

“Mendatang, baterai akan menjadi faktor kunci, baik kendaraan listrik, penerangan jalan umum, power house, dan peralatan elektronik lainnya, harus menjadi bagian dari industri di Indonesia,” terangnya.

Ia melanjutkan, saat ini, riset baterai, industri maupun pengguna masih terpisah, oleh karena itu, bersamaan dengan konferensi ini juga di-launching National-Battery Research Institute (NBRI), yaitu sebuah konsorsium nasional di bidang baterai.

Dengan adanya N-BRI, diharapkan, para pakar Indonesia bersatu, termasuk industrinya, untuk membangun industri baterai milik nasional.

Evvy juga berharap, regulasi terhadap baterai impor yang masuk perlu diperhatikan lagi untuk menjaga konsumen.

“Sebenarnya, Indonesia kaya akan material baterai, yang utama dicari sekarang berbasis Nikel, Mangan dan Cobalt, selain dari Lithium sebagai sumber energinya. Karena itu, diharapkan, Indonesia dapat mengolah sendiri material tersebut, untuk meningkatkan TKDN dan produk dalam negeri. Untuk itu, penguasaan ilmu material sangatlah penting,” pungkasnya. (Edi Triyono)

era industri 4.0industri bateraiKonferensi Internasional tentang Material MajuMasyarakat Riset Material IndonesiaMaterials Research Society Indonesia (MRS-INA)National-Battery Research Institute (NBRI)Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)
Comments (0)
Add Comment