Kerajaan Salakanagara, Cikal-Bakal Suku Betawi (Bagian 3 – Habis)
Jakartakita.com – Usia Kerajaan Tarumanagara yang merupakan kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara pun tak berlangsung lama. Pada abad ke-7, Kerajaan Tarumanagara ditaklukkan Kerajaan Sriwijaya yang beragama Budha.
Di zaman kekuasaan Sriwijaya berdatangan penduduk Melayu dari Sumatera. Mereka mendirikan pemukiman di pesisir Jakarta. Kemudian bahasa Melayu menggantikan kedudukan bahasa Kawi sebagai bahasa pergaulan.
Proses asimilasi kebudayaan akibat perkawinan antar penduduk asli dan suku pendatang Melayu membuat pemakaian bahasa Melayu semakin meluas. Kalau sebelumnya bahasa Melayu hanya digunakan di daerah pesisir pantai atau kota pelabuhan, lambat-laun semakin meluas hingga ke daerah bekas pusat kejayaan Kerajaan Salakanagara dan Tarumanagara di kaki Gunung Salak dan sekitarnya. Dan lama kelamaan penduduk asli Betawi lupa pada bahasa Jawa Kawi atau Sunda yang merupakan bahasa nenek moyang mereka.
Ridwan Saidi mencontohkan, orang “pulo”, yaitu orang yang berdiam di Kepulauan Seribu, menyebut musim di mana angin bertiup sangat kencang dan membahayakan nelayan dengan “musim barat” (bahasa Melayu), bukan “musim kulon” (bahasa Sunda). Orang-orang di desa pinggiran Jakarta mengatakan “milir”, “ke hilir” dan “orang hilir” (bahasa Melayu Kalimantan bagian barat) untuk mengatakan “ke kota” dan “orang kota”.