Prasejarah Jakarta
Jakarta memiliki sejarah yang panjang sejak masa prasejarah hingga menjadi kota besar seperti sekarang ini. Hal ini dapat diketahui dari sejumlah situs arkeologi dari masa prasejarah yang diketemukan di beberapa tempat seperti Pasar Minggu, Pasar Rebo, Jatinegara, Karet, Kebayoran, Kebon Sirih, Kebon Nanas, Cawang, Kebon Pala, Rawa Belong, Rawa Bangke.
Sepanjang abad XIX pada masa kolonialisme Belanda, pemerintah Belanda melalui Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (asal mula bakal Museum Nasional sekarang) berhasil mengumpulkan sejumlah besar artefak purba dari berbagai lokasi di Jakarta. Artefak purba seperti kapak, beliung persegi dan pahat dari batu yang diketemukan di daerah aliran sungai (DAS) itu diperkirakan berasal dari zaman batu ( neolitikum) antara tahun 1000 SM. Sejumlah tulang belulang yang menurut penelitian pakar paleoantropologi Prof. Teuku Jacob (alm), berasal dari ras Australomelanesid dan ras Mongolid. Merekalah penghuni pertama di tanah Jakarta.
Dari sekian banyak situs prasejarah Jakarta, situs Buni yang berlokasi di Kabupaten Bekasi dan sekitarnya adalah yang paling menonjol. Para arkeolog menganggap situs Buni merupakan sebuah kompleks kebudayaan gerabah. Bahkan gerabah dari situs ini banyak ditemukan bersama tulang-belulang manusia, Diperkirakan, mereka adalah manusia prasejarah sebagai penghuni pertama kota Jakarta.
Penggalian liar oleh masyarakat setempat terjadi antara tahun 1958-1960 saat media massa sedang gencar memberitakan situs Buni. Awalnya karena pada tahun 1958, ada seorang penduduk setempat yang secara tidak sengaja menemukan perhiasan-perhiasan emas dalam periuk-periuk kuno sewaktu mencangkul di sawah. Padahal sebenarnya, Buni sebagai ladang harta karun sudah diketahui sejak 1937. Ketika itu sejumlah pedagang barang antik sering menjual temuan-temuan prasejarah berupa gelang batu, manik-manik, dan gerabah kepada Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Dan pada bulan Maret 2007, penduduk di sekitar Karawang menemukan berbagai perhiasan emas di lokasi garapan sawah. Sekali lagi, ini membuktikan bahwa daerah Buni dan sekitarnya memang kaya akan benda kuno.
Selain Buni, situs-situs yang sudah dikenali antara lain Kampung Kramat, Pejaten, Condet-Balekambang, Kelapa Dua, Lenteng Agung, dan Ciganjur. Di wilayah Bogor, ada situs Bukit Sangkuriang dan Bukit Kucong. Menariknya, di situs Bukit Sangkuriang tim arkeologi pernah menemukan keramik China dalam jumlah cukup besar. Keramik tertua berasal dari zaman dinasti Sung (abad X-XIII) dan yang termuda berasal dari zaman dinasti Ching (abad XVII-XIX). Dengan demikian seharusnya kesinambungan budaya sejak zaman prasejarah hingga abad XIX, turut memperkaya khasanah sejarah Jakarta. Namun sayang, situsnya sudah tergerus erosi dan tanahnya dijadikan lahan pertanian oleh penduduk setempat.
Situs di Jakarta yang paling banyak mengungkapkan periode prasejarah adalah Pejaten, di daerah Pasar Minggu. Sepanjang penelitian pada 1970-an, di situs ini banyak ditemukan gerabah berhias, beliung persegi, kapak perunggu, batu asahan, cincin perunggu, fragmen tulang, dan arang.
Umumnya temuan-temuan tersebut diperoleh pada kedalaman 50-100 cm di bawah permukaan tanah. Dari sampel arang inilah (pertanggalan Radio Carbon atau C-14) kemudian diketahui bahwa situs Pejaten memiliki masa sekitar 1000 SM hingga 500 M. Tragisnya, kini situs Pejaten telah lenyap tertutup oleh sebuah komplek perumahan, sehingga penelitian lanjutan tidak mungkin terlaksana lagi di sana. Dan mungkin masa prasejarah Jakarta terkubur di sana.
(Risma)