Gizi Buruk Juga Disebabkan Salahnya Pola Asuh
Jakartakita.com – Saat ini, kondisi gizi buruk anak-anak tidak identik dengan tingkat kesejahteraan masyarakat. Faktanya, banyak juga dijumpai anak yang mengalami gizi buruk berasal dari kalangan yang berkecukupan, akibat dari salahnya pola asuh pada anak.
Ahli gizi dari Institut Pertanian Bogor, Profesor Soekirman, dalam risetnya menjelaskan pola asuh anak berpengaruh terhadap timbulnya kasus gizi buruk.
“Anak yang diasuh sendiri oleh ibu kandungnya dan mengerti tentang Air Susu Ibu (ASI), Posyandu, dan kebersihan, meski dalam kondisi miskin, namun anaknya tetap sehat,” kata Soekirman, dalam sebuah acara diskusi belum lama ini, di Jakarta.
“Berbeda dengan anak dari keluarga berkecukupan, yang kemudian dititipkan pada pengasuh atau nenek yang tidak mengerti mengenai gizi,” sambungnya.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2013, melaporkan, prevalensi balita yang mengalami gizi buruk dan kurang di Tanah Air mencapai 19,6 persen. Persentase itu meningkat jika dibandingkan dengan data Riskesdas 2010 sebesar 17,9 persen dan Riskesdas 2007 sebesar 18,4 persen.
Data terkini dari Global Nutrition Report (2014) menunjukkan bahwa Indonesia mangalami masalah gizi kompleks yang antara lain terjadi karena gizi salah.
Gizi salah berbeda dengan gizi buruk dimana gizi salah berarti kekurangan atau kelebihan zat gizi tertentu, akibat kesalahpahaman dalam memenuhi kebutuhan nutrisi pada 1000 hari pertama pertumbuhan si kecil yang bisa mengakibatkan perawakan pendek atau “stunting” dan perawakan kurus atau “wasting”.
Sebagai informasi, baru-baru ini, BPOM merilis laporan yang mengungkapkan bahwa kebutuhan energi bayi usia enam bulan meningkat hingga 1.5 kali, kebutuhan proteinnya meningkat 2 kali lipat, kebutuhan karbohidratnya meningkat 2,4 kali dan kebutuhannya akan zat besi meningkat 26 kali lipat.