Nyimas Melati, Srikandi Betawi dari Tangerang
Jakartakita.com – Dalam cerita-cerita rakyat Betawi kerap kali muncul jago-jago dari kaum perempuan. Mereka dengan gagah membela rakyat tertindas, menentang pemimpin yang zalim, dan menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Selain Mpok Mirah, sang singa betina dari Marunda. Ada juga Nyimas Melati dari Tangerang. Mpok Mirah dan Nyimas Melati, dalam terminologi gender, bukan seorang tokoh emansipasi namun seorang pejuang dalam arti sebenarnya.
Alkisah tahun 1918, sebagian besar Tangerang telah dikuasai oleh tuan tanah. Sangat sedikit sekali kaum pribumi memiliki tanah pribadi. Sebutan tanah dalam tanam paksa disebut tanah partikelir.
Partikelir antara tahun 1921-1930 di Distrik Blaradja, seperti Blaradja en Boeniajoe, Tigaraksa, Tjikoeja, Karangserang dalem of Kemiri, Pasilian, Djenggati, Tjakoeng of Kresek. Adapun di Distrik Tangerang, diantaranya tjikokol tg., Panunggangan, Pondok Djagoeng, Paroengkoeda, Batoe Tjeper, Tanah Kodja, dan lain-lain, sedangkan di Distrik Maoek, antara lain: Kramat en Pakoeadji, Sepatan, Teloeknaga, Ketapang Maoek, Rawakidang, Kampoeng Malajoe, Pekadjangan, Tegalangoes, Bodjong Renget, Ketos dan lain-lain. Hampir semua tanah dikuasai Tuan Tanah.
Saat sekelompok tuan tanah mendapat dukungan dari kompeni kehidupan Masyarakat Tangerang dikuasai menyebabkan masyarakat melarat akan pemaksaan, pemerasan, dan tekanan atas tanahnya. Salah satu perjuangan milisi yang terkenal adalah Milisi Raden Kabal.
Milisi Kabal sering mengadakan penghadangan di daerah-daerah Tangerang. Dalam pertempuran melawan Kompeni Belanda, Sang Raden dibantu putrinya, Nyimas Melati dan Pangeran Pabuaran Subang.
Keberanian Nyimas Melati terkenal akan ketangguhannya dalam ilmu bela diri maupun olah kanuragan. Kesaktiannya menjadi legenda yang diceritakan turun-temurun oleh orang Betawi Tangerang. Saat bentrok pasukan terjadi di daerah perbatasan Balaraja. Sambil mengacungkan keris, berteriak lantang “Serang…!” pasukan Kompeni yang dibantu Cina pro Kompeni langsung ciut nyalinya. Suaranya, yang menggelegar meluluhlantakan semangat pasukan lawan. Bahkan diceritakan burung-burung yang mendengar teriakannya beterbangan karena gaungannya.
Populer dengan kenekatannya, Nyimas Melati ini sering membuat kompeni Belanda kocar-kacir saat bertempur. Begitu saktinya, hingga kompeni mesti menguburkan jenazah Nyimas Melati di banyak tempat, diantaranya di Desa Bunar Kec. Sukamulya (pemekaran Balaraja), Tangerang Barat.
Tak hanya di Balaraja Tangerang, kepopuleran Nyimas Melati juga terdengar hingga kawasan Danau Situ Gintung Ciputat yang dibangun oleh Belanda pada tahun 1933. Konon, Belanda ‘menanam’ sebagian jasad Nyimas Melati di kawasan itu. Maka penduduk sekitar sering melihat penampakan Nyimas Melati yang dianggap sebagai penunggu Situ Gintung.
Berbau klenik memang, yah namanya juga sejarah yang terbalut legenda. Kisah asli yang diceritakan turun-temurun. (berbagai sumber)