Take a fresh look at your lifestyle.

Sambut Gerhana Matahari Total, “Sahita” Pentas Teater Tari “Uran-Uran Mapag Grahanan”

0 953
foto: Jakartakita.com/Indah Purwati
foto: Jakartakita.com/Indah Purwati

Jakartakita.com – Bertempat di Bentara Budaya Jakarta pada Selasa (8/3/2016) malam, “Sahita” menggelar pementasan teater tari dengan agenda menyambut datangnya Gerhana Matahari Total pada 9 Maret 2016. Di pementasan ini, “Sahita” juga berkolaborasi dengan musik Bentara, Eko Soekarno dari Komunitas Drummer Perkusi, dan lainnya.

“Sahita”, kelompok teater tari Solo yang berdiri sejak 22 Juni 2001, menyongsong Gerhana Matahari Total dengan pergelaran “Uran-Uran Mapag Grhana”, atau dendang ria menyongsong gerhana. Pentas ini dibawakan dengan gaya kerakyatan khas “Sahita”, berupa tari, tembang, dan canda jelata.

foto: Jakartakita.com/Indah Purwati
foto: Jakartakita.com/Indah Purwati
foto; Jakartakita.com/Indah Purwati
foto; Jakartakita.com/Indah Purwati

“Sahita” baru tiga hari yang lalu tampil dalam festival di keraton Solo untuk menyambut datangnya Gerhana Matahari Total. Namun, ketika mereka tampil di keraton, tentu penampilan mereka cenderung lebih serius. Berbeda dengan candaan yang dilontarkan saat pementasan di Bentara Budaya.

Related Posts
1 daripada 1,119

Di masa lalu, gerhana bulan dan gerhana matahari menjadi momok yang menakutkan. Gerhana dimitoskan sebagai Betara Kala yang menelan bulan atau matahari.  Pada Gerhana Matahari Total tahun 1983, orang bahkan dilarang keluar rumah. Banyak yang ketakutan,  menutup jendela dan genteng kaca, bahkan bersembunyi di kolong tempat tidur untuk perempuan yang sedang hamil.

Namun, di zaman yang modern ini Gerhana Matahari Total telah disadari masyarakat luas sebagai bentuk fenomena alam yang langka, karena untuk mendapati Gerhana Matahari Total di tempat yang sama, membutuhkan 350 tahun.

foto: Jakartakita.com/Indah Purwati
foto: Jakartakita.com/Indah Purwati
foto: Jakartakita.com/Indah Purwati
foto: Jakartakita.com/Indah Purwati

Beranggotakan Wahyu Widayati, Sri Setyoasih , Sri Lestari, dan Atik Kenconosari, “Sahita” mewakili manusia rasional yang melakukan perlawanan budaya atas pembodohan tersebut. Gerhana disambut dengan suka cita, sikap optimistis, dan memaknai fenomena alam berpadunya Matahari, Bulan, dan Bumi dalam satu titik itu sebagai anugerah.

Pementasan yang berlangsung selama 2 jam dan mendendangkan musik Jawa membuat pengunjung terhibur oleh teatrikal “Sahita” yang apik. Semua pengunjung merasa senang akan adanya “Sahita” di Bentara Budaya, memberikan hiburan tersendiri untuk para penikmat seni. (Indah Purwati)

Tinggalkan komen