Benarkah Reklamasi Pulau di Jakarta untuk Kepentingan Masyarakat?
Jakartakita.com – Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta, Tuty Kusumawati mengklaim peta tata ruang proyek reklamasi pantai utara Jakarta dirumuskan dengan mengutamakan kepentingan publik.
Menurutnya, sekitar 50 persen wilayah yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat itu meliputi 20 persen ruang terbuka hijau (RTH) dan 5 persen ruang terbuka biru (RTB) atau danau dan daerah resapan air.
Kemudian, 5 persen untuk fasilitas sosial dan umum, 5 persen untuk infrastruktur jalan termasuk jalur MRT, serta pantai publik minimal 10 persen dari luas keliling pulau.
Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga telah mempertimbangkan perbaikan kondisi ekologi sehingga proses reklamasi dan pelestarian lingkungan dapat dilakukan secara beriringan melalui konsep subsidi silang dengan perhitungan tambahan kontribusi sebesar 15 persen dikali NJOP dikali luas lahan yang bisa dijual (saleable area).
Pada peraturan tersebut juga menyebutkan, sekitar 17 pulau dibagi menjadi sub-kawasan, yakni timur, barat, dan tengah. Timur untuk pelabuhan, industri, dan pergudangan. Barat untuk pusat permukiman warga atau residential. Tengah untuk komersial.
Sementara itu, terkait usulan pengurangan besaran tambahan kontribusi yang diusulkan oleh DPRD Jakarta dalam Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara, ia mengaku hal tersebut belum diputuskan.
Tuty juga mengungkapkan, bahwa jadwal penetapan perda sebagai dasar hukum proyek reklamasi melalui rapat paripurna telah mengalami perubahan hingga 16 kali sejak 23 November 2015.
Sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) DKI Jakarta menduga kuat lambatnya proses raperda zonasi Jakarta mengindikasikan adanya praktik korupsi dalam proyek reklamasi 17 pulau di pantai utara Jakarta.
Namun dari 17 pulau reklamasi baru delapan pulau yang sudah memiliki izin, yakni:
– Pulau C (276 hektare), Pulau D (312 hektare), dan E (284 hektare) oleh PT Kapuk Naga Indah
– Pulau F (190 hektare) oleh PT Jakarta Propertindo (Jakpro)
– Pulau G (162 hektare) oleh PT Muara Wisesa Samudera
– Pulau H (63 hektare) oleh PT Intiland Development
– Pulau I (405 hektare) oleh PT Jaladri Kartika Ekapaksi
– Pulau K (32 hektare) oleh PT Pembangunan Jaya Ancol
Sedangkan sembilan pulau yang belum memiliki izin, yakni:
– Pulau A (79 hektare) dan Pulau B (380 hektare) oleh PT Kapuk Niaga Indah
– Pulau J (316 hektare) oleh PT Pembangunan Jaya Ancol
– Pulau L (447 hektare) oleh PT Pembangunan Jaya Ancol dan PT Manggala Krida Yudha
– Pulau M (587 hektare) oleh PT Manggala Krida Yudha
– Pulau N (411 hektare) oleh PT Pelindo
– Pulau O (344 hektare) oleh PT Jakpro
– Pulau P (463 hektare) dan Pulau Q (369 hektare) oleh PT Kek Marunda Jakarta. (Sumber: Antara)