Penambahan Jumlah Direksi Pertamina Dinilai Menabrak Janji Efisiensi Pemerintah
Penambahan Satu Direktorat Membutuhkan Biaya Operasional Sebesar US$ 1 Juta Selama Setahun
Jakartakita.com – Baru-baru ini, Menteri BUMN, Rini Soemarno memutuskan kembali merombak dan menambah posisi jajaran Direksi PT Pertamina (Persero) menjadi sebelas jabatan Direksi melalui SK 039/MBU/02/2018.
Menanggapi hal ini, Serikat Pekerja Pertamina yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menilai bahwa keputusan tersebut telah menabrak janji efisiensi Jokowi, yang sejak awal pemerintahannya, menginginkan organisasi Pertamina yang lebih ramping, efektif dan efisien.
“SK 039/MBU/02/2018 sangat membingungkan, karena terjadinya perubahan nomenklatur dan penambahan Direksi menjadi 11 jabatan Direksi. Jadi kini lengkap, Pertamina memiliki kesebelasan Direksi,” ungkap Presiden FSPPB, Noviandri, dalam konferensi pers di kantor FSPPB, Jakarta, Rabu (14/02/2018) kemarin.
Noviandri juga menegaskan, keputusan ini tidak melalui kajian ilmiah tetapi atas keinginan pemerintah tanpa campur tangan direksi dan komisaris.
Padahal, dengan penambahan satu direksi saja, biaya operasional (overhead) akan sangat besar. Penambahan 1 direktorat saja, menurut Noviandri, akan membutuhkan biaya operasional sebesar US$ 1 juta selama setahun.
Oleh karena itu, pihaknya mencurigai bahwa jangan-jangan penambahan Direksi Pertamina merupakan modus yang digunakan untuk menggerogoti keuangan perusahaan menjelang Pilkada 2018 dan Pilpres 2019 nanti.
Terkait hal itu, FSPPB juga meminta agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengauditnya.
“Kami juga berharap, pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa melakukan pemeriksaan terkait lahirnya SK Menteri BUMN teranyar tersebut dan dampaknya terhadap keuangan Pertamina. Karena tentunya tidak sedikit biaya yang akan dikeluarkan Pertamina yang dikaitkan dengan penambahan jajaran direksi,” tuturnya.
Lebih lanjut, FSPPB juga menyoroti pembentukan Direktorat Retail yang fungsinya mirip dengan Direktorat Pemasaran. Dikhawatirkan, kedua Direktorat tersebut akan menimbulkan gesekan hingga rawan mengganggu produk Pertamina di sektor hilir seperti elpiji dan BBM.
“Itu sebabnya FSPPB berharap Komisaris secara etika sudah selayaknya mengundurkan diri. Dan kami meminta kepada Presiden RI untuk bisa mencabut SK 039, termasuk mungkin untuk mencopot Menteri BUMN karena kami melihat apa yang dilakukannya selama ini kurang pas,” pungkas Noviandri. (Edi Triyono)