Indoor Skydiving Vertical Windtunnel di Batujajar-Bandung Jadi Solusi Sarana Berlatih Olahraga Ekstrim Sky Diving
Jakartakita.com – Olahraga ekstrim seperti terjun payung dan juga sky diving membutuhkan latihan rutin yang terus menerus dan juga sarana dan fasilitas yang memadai.
Adapun perbedaan terjun payung dan sky diving adalah ketika melompat keluar dari pesawat di angkasa, penerjun dalam olah raga terjun payung langsung membuka parasut. Sedangkan dalam sky diving, penerjun tidak langsung membuka parasutnya ketika keluar dari pesawat, melainkan beratraksi dulu di angkasa atau membentuk berbagai macam formasi.
Meski demikian, olahraga yang memacu adrenalin ini masih kurang populer di Indonesia, karena kurangnya informasi yang memadai serta mahalnya biaya untuk latihan.
Karena membutuhkan biaya yang besar untuk latihan olahraga sky diving, maka salah satu cara dalam pelatihannya adalah dengan melakukan latihan di Indoor Skydiving Vertical Windtunnel, yang salah satunya terdapat di Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus (Pusdiklatpassus) atau Kopassus Indoor Skydiving Center di Batujajar, Bandung, Jawa Barat.
Adapun peraih medali emas Wushu Road To asian Games 2018, Olivia Zalianty berkesempatan mencoba fasilitas indoor skydiving vertical wind tunnel bersama dengan beberapa rekan media, Selasa (19/3).
Dijelaskan, Indoor Skydiving Vertical Windtunnel menggunakan ‘dual closed loop wall to wall’ dengan diamater vertical tunnel 4×3 meter dengan ketinggian 10 meter.
Untuk hembusan angin berasal dari fan drive yang terdiri dari 4 motor dengan delapan baling-baling sehingga kita seakan-akan sedang berada di angkasa.
“Karena persiapan kita terjun dari kapal atau pesawat, jadi latihannya yang basic-basic dulu. Bagaimana kita bisa balance, control drive, terus juga belajar gimana kita bisa belok kanan. Saya sebenarnya masih ingin sampai 5 kali, tapi karena keterbatasan waktu, jadinya cuma sempat 3 kali,” tutur Olivia usai mengikuti latihan.
Lebih lanjut, Olivia juga memberi tips bagaimana sebaiknya saat mencoba sky diving.
“Yang pasti harus dapat enjoy-nya. Jangan nervous. Jangan bayangin yang enggak-enggak. Terus terang kalau engga dibimbing sama penerjun internasional (Naila Novaranti) juga belum tentu bisa,” terangnya.
Asal tahu saja, sosok Naila Novaranti yang juga hadir ikut membimbing dan memberikan arahan kepada Olivia adalah sosok yang tidak asing di dunia terjun payung, baik di kalangan sipil dan militer di Indonesia maupun internasional.
Lebih lanjut, Naila, yang di tahun 2018 lalu menjadi perempuan pertama Indonesia yang terjun payung dari puncak gunung Everest di Himalaya mengungkapkan tentang bagaimana perkembangan olahraga sky diving.
”Tergantung apa yang dilihat. Ada bakatnya dan faktor umur. Semakin kecil semakin baik. Di Singapura, sky diving sudah jadi ajang kompetisi,” jelasnya.
Meskipun banyak anak-anak usia muda yang sudah mencoba olahraga sky diving, tetapi secara umum, menurut USPA (United States Parasut Association) usia minimal untuk olahraga ini adalah 17 tahun. (Edi Triyono)