Take a fresh look at your lifestyle.

Presdir Medco : Industri Migas Nasional Jadi Was Was, Takut Keputusan Bisnis Bakal Di Pidana

0 3,535

Tiket Pesawat Murah Airy

Jakartakita.com – Hilmi Panigoro selaku Presiden Direktur Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) menilai, para pelaku di industri minyak dan gas (migas) nasional menjadi was-was dan ketar-ketir dengan setiap keputusan bisnis karena bakal dipidana jika terjadi kerugian.

Hal ini menyikapi kasus yang menimpa mantan bos PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan yang saat ini tengah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, karena dianggap telah merugikan negara dalam kasus investasi di Blok Basker Manta Gummy (BMG) di Australia.

“Apa yang terjadi pada mantan bos Pertamina tersebut, menjadi preseden buruk, bahwa keputusan aksi korporasi bisa berakhir di ranah pidana,” jelas Hilmi, usai menjadi saksi dalam persidangan dengan terdakwa Karen Agustiawan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (16/5).

Lebih lanjut ia menilai bahwa apa yang terjadi di kasus BMG tersebut, pure merupakan risiko bisnis yang umum dihadapi korporasi.

“Mengenai soal adanya kerugian negara, saya pikir gini, kalau kita lihat kerugian jangan hanya dari satu projek saja, karena di tahun itu ada beberapa keberhasilan dan kegagalannya juga. Nah, inilah sifat dari bisnis migas. Kecuali kalau ada fraud atau conflict of interesting, itu hal yang lain. Selama keputusan diambil dengan good fact dan intensi yang baik untuk kepentingan perusahaaan, kegagalan itu harusnya diterima. Adapun jika due dilligence sudah dilakukan, semua mitigasi sudah dilakukan bahwa kalau produksi tidak sesuai yang diharapkan, nah itulah bagian dari resiko,” jelas Hilmi.

Related Posts
1 daripada 3,038

Sementara itu, Karen Agustiawan mengatakan, dari keterangan para saksi yang sudah dihadirkan di persidangan, sebenarnya dakwaan-dakwaan yang dituduhkan sudah patah.

“Misal, katanya tadi melakukan akuisisi tidak melakukan due dilligence, padahal due dilligence internal dari tim ETPC itu menjadi patokan saya untuk menghitung investment analisis. Dan due dilligent dari Baker dan Delloite itu semua sudah ada pada SPA atau JOA,” jelas Karen.

Ia juga membantah bila disebut tidak ada persetujuan Komisaris terkait akuisisi BMG Australia.

“Ada kok! Justru Komisaris yang mencla-mencle. Sudah kasih persetujuan ke kita, sudah tanda tangan, terus dia bilang tidak setuju. Tapi semua itu sebetulnya sudah di RUPS-kan di Tahun 2009. Dan RUPS sudah memberikan release and disscard sehingga tanggungjawab sebetulnya sudah dilimpahkan ke Kemen BUMN,” papar Karen.

“Lalu kalau dibilang ada kerugian negara, sejak kapan Pertamina akibatkan kerugian keuangan negara. Semenjak saya memimpin di tahun 2009, labanya justru meningkat dari 1,6 M dan di tahun 2013 naik sekitar 3,2 M. Jadi, dimana saya akibatkan kerugian negara,” tukasnya lagi.

“Di hulu itu tidak ada kerugian negara! Namanya hulu itu, risikonya 1:10, kalau misal ngebor 10 baru dapat 1. Jadi, kalau misal setiap ngebor dan gagal dianggap kerugian negara, wassalam aja dunia migas Indonesia,” tegas Karen lagi. (Edi Triyono)


Tinggalkan komen