Selain Mengajukan Gelar Pahlawan Nasional, Keturunan HB II Juga Minta Inggris Kembalikan Harta Rampasan Geger Sepehi
Jakartakita.com – Trah keturunan Sri Sultan Hamengku Buwono II (HB II) hingga saat ini terus memperjuangkan agar Raja Kedua di Kesultanan Yogyakarta tersebut mendapat gelar Pahlawan Nasional dari Pemerintah Republik Indonesia.
“Sudah menjadi keharusan pemerintah untuk memberikan gelar pahlawan nasional bagi Hamengku Buwono II. Karena peran HB II sudah jelas dalam pembentukan Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat (Negeri Yogyakarta). Beliau juga berperan dalam perang melawan penjajah Inggris dalam Perang Sepehi atau dikenal dengan Geger Sepehi,” jelas Dr. Abdul Haris, M.Si selaku Jubir pengusulan Gelar Pahlawan HB II, Senin (29/6).
Sekadar informasi, Geger Sepehi merupakan peristiwa penyerbuan Keraton Yogyakarta yang dilakukan oleh pasukan Inggris pada tanggal 19-20 Juni 1812 atas perintah Gubernur Jendral Raffles.
Nama Sepehi sendiri berasal dari pasukan Sepoy, orang India yang dipekerjakan oleh Inggris untuk menyerang istana.
“Tapi kisah perjuangan HB II bersama rakyatnya tidak banyak diekspos,” ujar Haris.
“Dalam peristiwa itu, HB II dan rakyat berjuang mempertahankan Kraton walaupun akhirnya pihak penjajah berhasil merampas seluruh kekayaan istana, seperti emas, termasuk ratusan manuskrip kisah budaya dan kehidupan masyarakat milik Keraton Yogyakarta. Manuskrip itu kemudian dibawa ke negara Inggris,” jelas Haris.
Ia melanjutkan, dalam Geger Sepehi itu, HB II memang berhasil ditangkap oleh pihak Inggris, tapi bukan berarti kalah.
Rakyat justru menganggap sang Raja telah berjuang secara gigih untuk melindung rakyatnya dan keberadaan Kraton Yogyakarta.
Menurut Haris, Jenderal Raffles menyerbu Kraton Yogyakarta karena sejatinya dia (Raffles) takut dengan Sri Sultan HB II.
Sang Raja tidak mau menyerahkan tahta kerajaannya dan tidak mau Yogyakarta jatuh ke tangan bangsa asing.
“Jadi, kami para keturunan yang masih ada, hingga saat ini tidak ada salahnya mengajukan ke pemerintah agar Hamengku Buwono II diangkat sebagai Pahlawan Nasional,” katanya.
“Kami telah mengajukan permohonan mendapat gelar Pahlawan Nasional sudah sejak tahun 2006. Tapi hingga saat ini belum ada kabar dari proses itu oleh pemerintah. Pihak kementerian juga tidak memberikan kabar,” imbuh Haris.
Selain meminta pengakuan pahlawan nasional, Haris juga meminta agar pihak Negara Inggris mau mengembalikan harta rampasan yang dimiliki Kraton Yogyakarta.
“Yang dirampas itu harta benda Kraton, pusaka Kraton, emas milik Kerajaan, manuskrip dan benda budaya lainnya. Kami meminta Pemerintah Indonesia untuk membantu mengembalikan barang- barang berharga kraton yang ada di negara Inggris,” tegas Haris selaku juru bicara dan panitia pengusulan gelar Pahlawan Nasional HB II.
Sementara itu, dihubungi secara terpisah, Prof. Djoko Suryo atau KRT Suryohadibroto, Guru Besar Sejarah, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta membenarkan adanya sejarah Geger Sepehi atau Perang Sepehi.
Terkait keinginan para keturunan Sri Sultan Hamengku Buwono II yang meminta pihak negara Inggris untuk mengembalikan rampasan perang saat itu, Prof Djoko pun mempersilakan. Namun menurutnya, tidak akan mudah.
“Untuk meminta kembali milik Kraton seperti emas, manuskrip kepada negara Inggris bukan langkah mudah. Untuk manuskrip misalnya, sudah menjadi koleksi dari perpustakaan di sana. Jadi agak sulit. Bisa saja pihak perpustakaan memiliki itu bukan melalui cara gratis. Bisa saja mereka membeli koleksi itu. Usaha pemerintahan sebelumnya juga sudah melakukan itu tapi tidak berhasil,” terang Prof. Djoko.
Sementara itu, untuk persoalan keinginan agar Sri Sultan Hamengku Buwono II diangkat menjadi Pahlawan Nasional, dia menyatakan boleh saja dilakukan.
“Silakan saja dilakukan dan ajukan permintaan untuk mendapat gelar Pahlawan Nasional. Tapi, lakukan sesuai dengan prosedur yang ada. Sebab untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional ada tim khusus yang menilainya. Ada syarat-syarat yang diberlakukan oleh pemerintah, siapa tokoh yang berhak mendapat gelar Pahlawan Nasional,” tandas Prof. Djoko. (Edi Triyono)