Peringati Peristiwa Geger Sepehi Ke-209 Tahun, Trah HB II Bakal Gelar Rangkaian Webinar
Jakartakita.com – Trah Sri Sultan Hamengkubuwono ke-II akan menggelar rangkaian webinar dalam rangka memperingati peristiwa Geger Sepehi ke-209 tahun.
Rangkaian webinar ini diselenggarakan untuk mengingatkan kita terhadap peristiwa penyerbuan Keraton Yogyakarta yang dilakukan oleh pasukan Inggris pada tanggal 19 – 20 Juni 1812.
Dalam peristiwa tersebut, Inggris juga merampas harta benda dan aset milik Keraton Yogyakarta, berupa perhiasan, manuskrip, karya intelektual dan karya sastra.
“Webinar ini akan mengulas secara lengkap dan gamblang tentang apa saja yang melatarbelakangi peristiwa Geger Sepehi sesuai dengan yang tertulis di Serat Babad Sepehi. Karena, narasi sejarah yang selama ini beredar ada yang tidak sesuai dan belum terungkap,” jelas Fajar Bagoes Poetranto, Sekretaris Trah Sri Sultan Hamengkubuwono ke-II, di Jakarta, Kamis (17/6).
Bagoes Poetranto juga meminta kepada pihak Keraton Yogyakarta dan Pemerintah dapat pro aktif untuk meminta kembali aset-aset dan manuskrip-manuskrip asli yang dirampas Inggris saat peristiwa Geger Sepehi, terutama Babad Ngayogyakarta Hamengku Buwono (HB) I hingga HB III dan Babad Bronjo.
“Karena sebagian besar manuskrip yang dirampas adalah milik Keraton Yogyakarta di masa kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono ke-II,” tegas Bagoes Poetranto.
Ia menambahkan, pihaknya menghargai adanya usaha dari sejumlah pihak, termasuk Keraton Yogyakarta pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri yang telah ikut berupaya agar seluruh aset yang dirampas Inggris dapat dikembalikan ke Keraton Yogyakarta.
“Kita harus terus berusaha mengembalikan aset tersebut, karena aset-aset dan manuskrip yang dirampas adalah milik Keraton Yogyakarta,” jelasnya.
Lebih lanjut Bagoes Poetranto mengusulkan, sesuai Universal Copyright Convention tentang persetujuan yang mengatur hak cipta internasional agar manuskrip-manuskrip yang ada di Inggris untuk segera dipatenkan sebagai upaya untuk melestarikan dan menyelamatkan informasi rahasia yang ada didalamnya karena merupakan hasil karya intelektual milik Keraton Yogyakarta.
Sementara itu, Sejarawan Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, Dr. Tundjung menuturkan, bahwa Inggris ingin menyingkirkan Sri Sultan Hamengkubuwono ke-II melalui Geger Sepehi.
Saat penyerangan berlangsung, Inggris juga merampas ribuan manuskrip milik Keraton Yogyakarta.
“Gubernur Jenderal Inggris, Sir Stamford Raffles menyukai benda-benda yang berasal dari Jawa, walau sebenarnya ia tidak mengerti isi dari manuskrip tersebut,” jelasnya.
Dr Tundjung menambahkan, jika ribuan manuskrip dikembalikan oleh Inggris, maka dibutuhkan dana yang besar untuk SDM, membuat tempat penyimpanan dan untuk merawat manuskrip tersebut.
“Jangan seperti Kitab Negarakertagama yang ada di Perpusatakaan Nasional yang kita sampai setengah mati untuk merawatnya,” tegasnya. (Edi Triyono)