Izin Usaha Tambang Untuk PBNU Jalan TOL Wujudkan Keadilan dan Kesejahteraan Umat
Jakartakita.com – Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan permohonan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) yang diajukan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di tambang batu bara Kalimantan Timur, sudah diterima. Apabila memenuhi persyaratan, maka BKPM akan menerbitkan IUPK dalam kurun waktu 15 hari sejak permohonan diterima dan syarat terpenuhi. “Setelah terpenuhi, 15 hari dapat diterbitkan IUPK-nya,” ujar Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Yuliot Tanjung dikutip dari Antara, Rabu (5/6/2024).
Sebagaimana diketahui Pemerintah sebelumnya sudah membuka keran perizinan tambang kepada organisasi kemasyarakatan keagamaan lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Kebijakan tersebut sebagai bentuk positif pemerintahan Presiden Jokowi kepada Ormas Keagamaan, Khususnya NU (PBNU). Hal ini sebagai upaya memotong mata rantai kesenjangan sosial dan ekonomi.
Ketika awal berdirinya Orde Baru, konsep ekonomi yang digaungkan adalah Teori Tricle Down Effect. Fenomena di mana keuntungan yang diperoleh oleh orang-orang kaya dan perusahaan besar diharapkan bisa “menetes” ke bawah dan memberi manfaat bagi semua orang. Pendekatan ini menekankan pada munculnya pertumbuhan karena dengan munculnya pertumbuhan akan ada rembesan ke bawah (tricke down effect) yang akan membawa perbaikan kesejahteraan masyarakat, termasuk masyarakat miskin. Jika ada 100 orang yang akan diberdayakan, cukup diambil satu atau dua orang terlebih dahulu.
Trickle down effect Gagal Ciptakan Kemakmuran Untuk Semua
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah memberikan statemen kepada media massa. Kala itu SBY menjanjikan pembangunan pemerintahannya mengacu pada keserasian dan keseimbangan antar pertumbuhan dan pemerataan atau Growth with Equity.
Menurut SBY, strateginya merupakan koreksi atas kebijakan pembangunan terdahulu, yang dikenal dengan trickle down effect. Strategi trickle down effect mengasumsikan perlunya memprioritaskan pertumbuhan ekonomi terlebih dahulu, baru kemudian dilakukan pemerataan. “Dalam kenyataannya di banyak negara, termasuk di Indonesia, teori ini gagal menciptakan kemakmuran untuk semua,” ujar SBY dalam pidato kenegaraan di DPD di Jakarta, Rabu, 19 Agustus 2009.
Dampak dari teori trickle down effect adalah tumbuh dan berkembang besar adalah pengusaha-pengusaha yang dikenal sebagai kroni Orde Baru. Bisnis membesar dan menggurita menghasilkan konglomerasi. Sedangkan, sebagian besar masyarakat Indonesia justru tertinggal dalam kemiskinan. Termasuk didalamnya warga NU. Tengok saja, menurut Badan Pusat Statistik jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 25,90 juta orang. Di dalamnya tentu banyak orang NU.
Langkah Presiden Jokowi dengan memberikan IUPK Tambang kepada PBNU perlu disambut gembira kalangan Nahdlyin bahwa kebijakan itu merupakan kebijakan yang konkrit terhadap keterlibatan NU dalam proses embangunan ekonomi untuk kemakmuran rakyat. Bukan lagi kebijakan Omon-Omon. NU tidak lagi menjadi penonton dalam proses Pembangunan Ekonomi untuk mewujudkan kemakmuran dan kesjahteraan Umat. Semoga. (Edi Triyono)