Ahok Bertekad Musnahkan Lokalisasi Legendaris Kalijodo

Jakartakita.com – Bisnis prostitusi adalah bisnis tertua yang ada di muka bumi. Menurut sejarah Jakarta, bisnis prostitusi sudah ada sejak VOC menguasai Batavia abad ke 17. Awalnya masyarakat Betawi menyebut pelacur dengan sebutan ‘cabo’. Kata ini berasal dari bahasa Cina ‘Caibo’ yang kurang lebih berarti wanita malam. Awalnya memang bisnis prostitusi banyak dijalankan oleh pendatang dari
Cina.

Lokalisasi pertama bernama Macao Po. Lokasinya di dekat Stasiun Kota, Jakarta. Saat itu, denyut nadi Batavia memang ada di daerah yang kini disebut Kawasan Kota Tua. Macao Po ini menyediakan para ‘cabo’ kelas atas dengan bayaran sangat mahal, yang memang diperuntukkan buat para pejabat VOC yang suka main perempuan. Tak hanya para koruptor dari kalangan pejabat VOC, para pengusaha Tionghoa juga merupakan pelanggan tetap lokalisasi yang sebagian besar pelacurnya impor dari Makau.

Sedang untuk kawasan lokalisasi murah, berada di Kawasan Glodok, yaitu di Gang Mangga. Para pelacurnya berasal dari pribumi, Indo, dan Tionghoa. Harga yang murah tidak menjamin kualitas ‘barang’. Aktivitas prostitusi di Gang Mangga menjadi terkenal oleh penyakit sipilis yang menyebar hingga pada abad ke 19.

Lambat laun, bisnis prostitusi di Gang Mangga kalah saing dengan Soehian yang didirikan oleh para pengusaha rumah bordil Tionghoa.Bisnis ini maju pesat, hingga awal abad ke-20. Pada awal abad 20, Soehian ditutup oleh pemerintah Hindia-Belanda karena sering rusuh.

Sedang agak jauh dari pusat kota Batavia saat itu, ada sebuah lokalisasi prostitusi yang sudah berdiri dari abad ke 18 dan bertahan hingga kini, yaitu Kawasan Kalijodo.Kawasan Kalijodo yang berada di sebelah banjir Kanal Barat, Kali Angke ini merupakan lokalisasi legendaris. Dahulu kawasan Kalijodo merupakan langganan para pria Cina untuk mencari teman kencan atau membeli perempuan yang akan dijadikan gundik.

Begitu legendarisnya, hingga kawasan lokalisasi Kalijodo dijadikan setting penting dalam novel sejarah berjudul ‘Ca-Bau-Kan’ karya Remy Silado. Bahkan novel ini juga dijadikan film layar lebar.

Dalam novel dan film ‘Ca-Bau-Kan’ digambarkan kawasan Kalijodo adalah kawasan pecinan yang ramai. Tak hanya ramai oleh para perempuan penjaja cinta dan pelanggannya, tetapi juga kawasan ini adalah kawasan perdagangan, perjudian ilegal hingga penyelundupan candu.

Konon nama Kalijodo muncul sejak ‘peh cun’ yaitu pesta air pada hari ke-100 perayaan Imlek digelar, kawasan tersebut sudah bernama Kalijodo. Orang-orang Tionghoa yang datang ke acara ‘peh cun’ banyak yang mendapatkan jodoh di kawasan tersebut. Tahun-tahun berikutnya, kawasan tersebut selalu ramai setiap malam tidak hanya saat ‘peh cun’. Kawasan Kalijodo sudah berubah jadi ajang mencari jodoh semalam alias kenikmatan sesaat dengan para penjaja cinta di kawasan tersebut. Kawasan Kalijodo sudah berubah jadi ajang mencari jodoh semalam alias kenikmatan sesaat dengan para penjaja cinta di kawasan tersebut. Di kemudian hari kata ‘peh cun’ diselewengkan menjadi ‘pecun’ atau istilah untuk pelacur atau penjaja cinta.

Di kawasan Kalijodo, tak hanya perempuan Tionghoa, para perempuan lokal juga dipoles dan dilatih lagu-lagu Mandarin untuk memikat para babah atau perantau dari Cina. Bagi para ‘cabo’ atau ‘ca-bau-kan’ yang beruntung bisa dijadikan gundik oleh para tauke Tionghoa.

Kawasan Kalijodo memainkan peran penting terjadinya asimilasi pria-pria Tionghoa dan warga pribumi. Sampai era 50-an, para mucikari masih terlihat bersama perempuan-perempuan yang ditawarkan di atas perahu-perahu di Kali Angke.

Lambat laun, pelacuran yang dilakukan di atas perahu yang berlayar di Kawasan Kalijodo menghilang. Para ‘ca-bau-kan’ mangkal di rumah-rumah bordir milik para tauke Tionghoa. Dan lokalisasi itu bertahan hingga kini.

Sebenarnya pada tahun 1998, lokalisasi ini pernah digusur oleh Sutiyoso, Gubernur DKI Jakarta. Beberapa germo terusir dengan ganti rugi uang. Namun hingga kini, diam-diam di beberapa gang masih ada lokalisasi kelas pinggiran.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahja Purnama atau Ahok, akan melakukan penertiban lokasi prostitusi di Kalijodo, Kelurahan Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara pada Januari 2015 mendatang. Ahok akan mengubah kawasan ‘hitam’ tersebut menjadi lahan terbuka hijau.

Akankah upaya Ahok dan jajarannya dalam menertibkan kawasan Kalijodo menjadi akhir dari bisnis prostitusi legenda ‘Ca-bau-kan’? Kalau iya, berarti hanya seorang pemimpin keturunan Tionghoa yang bisa menutup selamanya lokalisasi pelacuran yang dahulu dibangun oleh etnis Tionghoa.

ahokBasuki Tjahaja PurnamaCabaukanCinaKalijodolokalisasiPecinanpecunpehcunprostitusitionghoaVOC
Comments (0)
Add Comment