Benarkah Impor Yang Merosot Sebagai Tanda Ekonomi Nasional Yang Stagnan?

foto : istimewa

Jakartakita.com – Belum lama ini, Biro Pusat Statistik (BPS) menurunkan laporan yang menyebutkan bahwa neraca perdagangan Indonesia mencetak surplus US$1,13 miliar pada Maret 2015. Namun, surplus tersebut lebih banyak disebabkan oleh anjloknya nilai impor sebesar 13,39% pada Maret dan mencapai 15,10% pada kuatal I/2015.

Impor yang merosot drastis menimbulkan dugaan stagansi ekonomi pada kuartal I/2015 akibat permintaan domestik yang lemah. Apalagi konsumsi rumah tangga merupakan penyumbang utama tingkat pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia.

Selain itu, penurunan impor bahan baku sebesar 16,62% pada dan pelemahan impor barang modal sebesar 10,31% pada kuartal I bisa menandakan industri domestik mulai mengurangi produksi.

Menanggapi kondisi tersebut, Rangga Cipta dari PT Samuel Sekuritas mengatakan, nilai impor yang merosot bukan indikasi pelemahan tingkat konsumsi domestik, namun merupakan dampak dari harga minyak yang rendah.

“Kami percaya pada semester I/2015 ekonomi masih akan tumbuh moderat. Namun, impor yang merosot lebih banyak disebabkan oleh harga minyak yang rendah daripada permintaan domestik yang lesu,” katanya Kamis (16/4/2015).

Alasannya volume impor masih tumbuh meski nilai impor terus merosot. Volume impor naik dari 33,67 juta ton pada Januari—Maret 2014 menjadi 36,93 juta ton pada Januari—Maret 2015.

Dia menjelaskan, harga minyak yang rendah membuat harga barang-barang impor ikut turun. Volume impor bergerak lebih stabil dibandingkan nilai impor yang jatuh, menunjukkan dampak selisih harga jauh lebih berpengaruh, dibandingkan dampak perubahan permintaan.

“Meskipun demikian, kenaikan volume impor juga tidak cukup baik untuk menunjukkan perkembangan. Ini menjadi indikasi ekonomi masih akan terus tumbuh lemah sepanjang semester I/2015,” jelas Rangga, seperti dilaporkan Bisnis.com, Kamis (16/4/2015).

 

biro pusat statistikBPSekonomi nasionalEksporharga minyakImporsurplus
Comments (0)
Add Comment