Penguasaan sumber daya alam Indonesia oleh perusahaan asing menimbulkan export illusion. Fenomena ini ditandai oleh ditahannya sebagian besar dana hasil ekspor di luar negeri, terutama terjadi pada sektor pertambangan.
Beberapa penelitian dari Lembaga Swadaya Masyarakat Internasional menemukan bahwa dana hasil ekspor yang masuk kembali ke negara asal ekspor hanya berkisar 15-30%.
Dari perspektif cash flow, keberadaan export illusion membuat ekspor neto riil Indonesia dibawah dari apa yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Di satu sisi, cash outflow ke luar negeri dari impor adalah sebesar nilai impor itu sendiri. Di sisi lain, cash inflow kedalam negeri dari kegiatan ekspor di bawah nilai ekspor yang tercatat.
Masalah ketimpangan cash flow ini semakin diperparah oleh kegiatan ekspor-impor yang tidak tercatat oleh BPS.
Pengalihan 70% penguasaan Blok Mahakam dari Total E&P Indonesia dan Inpex Corporation Ltd kepada Pertamina pada akhir kontrak tahun 2017 merupakan suatu langkah tepat untuk mengurangi export illusion di sector Pertambangan Migas. Dengan penguasaan mayoritas oleh Pertamina, maka diharapkan sebagian besar dana hasil ekspor akan masuk ke Indonesia.
Penguasaan Blok Mahakam oleh Pertamina akan mengurangi export illusion dan mendatangkan serangkaian manfaat yang terkait dengannya.
Pertama, membantu Pertamina dalam melakukan lindung nilai (hedging) secara alamiah untuk meminimalkan eksposur perusahaan tersebut terhadap risiko kurs. Caranya lewat netting (meng-offset kewajiban dalam mata uang asing dengan asset dalam mata uang asing) sehingga mengurangi tekanan permintaan devisa.
Kedua, dapat memperkuat posisi Rupiah. Dengan masuknya sebagian besar hasil ekspor maka akan meningkatkan penawaran devisa. Akibatnya dapat meningkatkan nilai Rupiah lewat proses permintaan-penawaran di pasar uang.
Ketiga, dapat memperbesar cadangan devisa Bank Indonesia yang selama beberapa tahun terakhir hanya berkutat di seputaran USD 100 miliar. Ini akan meningkatkan kemampuan Bank Indonesia untuk menjaga stabilisasi Rupiah lewat intervensi apabila dibutuhkan.
Keempat, dapat memperkuat pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional. Selama ini DPK tumbuh lebih lambat dibandingkan Kredit yang diberikan. Pada beberapa tahun terakhir pertumbuhan DPK perbankan memperlihatkan tren menurun. Situasi ini mendorong Loan to Deposit (LDR) ke posisi yang rentan. Lewat penguatan DPK maka perbankan nasional dapat meningkatkan alokasi kredit tanpa terancam LDR yang tinggi.
Manfaat lain yang dapat diproleh adalah apabila minyak bumi kemudian dihasilkan pada Blok Mahakam maka dapat memperkuat industry petrokimia dalam negeri.
Ini disebabkan bahan baku industry petrokimia sebagian besar berasal produk “sampingan” dari pemrosesan minyak bumi menjadi berbagai produk jadi.
Penurunan export illusion terjadi apabila kepemilikan BUMN atau swasta domestic bersifat mayoritas pada perusahaan pengelola sumber daya alam.
Oleh sebab itu, penanganan Blok Mahakam dapat dijadikan contoh untuk kontrak-kontrak pertambangan di Indonesia yang akan berakhir pada beberapa tahun mendatang.
Apabila BUMN yang diserahkan penguasaan atas sumber daya alam bisa berbagi kepemilikan dengan swasta, maka perlu aturan jelas dan mengikat mengenai kepemilikan mayoritas tetap di tangan BUMN.***
Penulis : Agus Tony Poputra, Staf Pengajar Universitas Sam Ratulangi Manado