Jakartakita.com – Simposium Nasional “Membedah Tragedi 1965” diselenggarakan di Jakarta pada 18 – 19 April 2016 oleh Dewan Pertimbangan Presiden, Komnas HAM, Dewan Pers, sejumlah Perguruan Tinggi serta Institute for Peace and Democracy dan Forum Silaturahmi Anak Bangsa. Simposium ini perlu dilihat sebagai tindakan negara untuk ikut serta dalam upaya membangun pengetahuan publik tentang Tragedi 1965, yang selama ini lebih banyak dilakukan oleh organisasi masyarakat.
Terkait Tragedi 1965 Komnas Perempuan telah menyampaikan Laporan Pemantauannya tentang Kejahatan terhadap Kemanusiaan Berbasis Jender yang dialami 122 perempuan dalam Peristiwa 1965 kepada Presiden, Kementerian/Lembaga terkait dan masyarakat pada bulan November 2007.
Dalam Laporan tersebut Komnas Perempuan menyampaikan pola pelanggaran HAM yang dialami oleh 122 perempuan tersebut dan merekomendasikan sejumlah hal yang perlu dilakukan oleh negara untuk memenuhi hak korban dan memastikan pelanggaran tidak berulang. Termasuk dalam hal ini merekomendasikan investigasi projustisia terkait pelanggaran berat HAM dalam Peristiwa 1965 tersebut.
Melihat tujuan dari penyelenggaraan Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 yang antara lain adalah, menempatkan Tragedi 1965 secara jujur dan proporsional dalam kesejarahan bangsa Indonesia dengan melacak arti dan menimbang implikasinya dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa, Komnas Perempuan merasa perlu memberikan penyikapan sebagai berikut:
- Kesaksian yang diberikan korban dalam simposium harus diletakkan dalam/menjadi bagian dari keseluruhan kesaksian korban yang telah didokumentasikan baik melalui forum-forum di tingkat daerah, nasional maupun internasional. Karenanya rekomendasi penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM dalam Tragedi 1965 yang akan dihasilkan oleh simposium ini, seharusnya mempertimbangkan rekomendasi-rekomendasi yang telah dikeluarkan oleh berbagai pihak, termasuk dalam hal ini rekomendasi Komnas Perempuan sebagaimana termuat dalam Laporan Pemantauan Kejahatan terhadap Kemanusiaan Berbasis Jender dalam Tragedi 1965;
- Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 harus berkontribusi pada membuka akses korban terhadap pemenuhan haknya atas kebenaran, keadilan, pemulihan dan jaminan atas ketidakberulangan, termasuk dalam hal ini akses korban untuk mendapatkan pertanggungjawaban pelaku;
- Pemerintah perlu menjamin keamanan seluruh korban yang mengikuti simposium, baik selama simposium berlangsung ataupun setelahnya, mengingat tindakan intimidatif terhadap Korban Tragedi 1965, hingga saat ini masih terus terjadi dan berulang;
- Komnas Perempuan menegaskan penting adanya ruang penyikapan yang aman, konstruktif, dan efektif oleh seluruh elemen bangsa dalam kerangka: (1) Pemenuhan hak-hak korban atas kebenaran, keadilan, pemulihan dan jaminan atas ketidakberulangan; (2) Tanggung jawab negara dalam penegakan Hak Asasi Manusia; dan (3) Pemulihan kehidupan berbangsa, termasuk dalam hal ini menyegerakan pembentukan mekanisme kepresidenan untuk menangani pelanggaran HAM masa lalu sebagaimana telah direncanakan dalam RPJMN 2015-2019