Jakartakita.com – Dua puluh satu tahun lalu, tepatnya hari Selasa (5/9/2016), Benyamin Suaeb yang tenar sebagai seniman Betawi serbabisa berpulang untuk selama-lamanya. Bang Ben, demikian biasa dia dipanggil, roboh setelah bermain sepak bola. Ia kemudian dilarikan ke RS Puri Cinere.
Ben kembali menghadap Yang Maha Kuasa setelah selama 30 tahun–seperti dikutip dari obituari yang ditulis SM Ardan–secara gigih dan konsekuen malang melintang dan berjuang untuk kebudayaan Betawi.
Benyamin Sueb lahir di Kemayoran-Jakarta pada tanggal 5 Maret 1939. Sejak kecil, Benyamin Sueb sudah merasakan pahit getirnya kehidupan. Bungsu delapan bersaudara pasangan Suaeb dan Aisyah. Karena kondisi perekonomian keluarga yang memburuk sepeninggal ayahnya di usia 2 tahun. Benyamin sudah mengamen keliling kampung sejak umur tiga tahun dan hasilnya untuk membiayai hidup sehari-hari termasuk biaya sekolah 7 kakaknya. Benyamin sering mengamen ke tetangga menyanyikan lagu Sunda Ujang-Ujang Nur sambil bergoyang badan. Orang yang melihat aksinya menjadi tertawa lalu memberikannya recehan 5 sen dan sepotong kue sebagai imbalan.
Dua engkong Benyamin yaitu Saiti, peniup klarinet dan Haji Ung, pemain pemain teater rakyat di zaman kolonial Belanda adalah dua orang yang menurunkan darah seni dalam diri Benyamin. Sewaktu kecil, Benyamin bersama 7 saudaranya membuat alat-alat musik dari barang bekas. Rebab dari kotak obat, stem basnya dari kaleng drum minyak besi, keroncongnya dari kaleng biskuit. Dengan “alat musik” itu mereka sering membawakan lagu-lagu Belanda tempo dulu. Kelompok musik kaleng rombeng yang dibentuk Benyamin saat berusia 6 tahun menjadi cikal bakal kiprah Benyamin di dunia seni.
Sebelum menekuni dunia seni, Benyamin sempat menjadi tukang roti keliling, kenek, bahkan bekerja di bagian amunisi Angkatan Darat. Baru setelah menikah dengan Noni pada 1959, Benyamin kembali menekuni musik. Bersama teman-teman sekampung di Kemayoran, mereka membentuk Melodyan Boy. Benyamin nyanyi sambil memainkan bongo. Bersama bandnya ini pula, dua lagu Benyamin terkenang sampai sekarang, ‘Si Jampang’ dan ‘Nonton Bioskop’.
Kesuksesan Benyamin dalam dunia musik diawali dengan bergabungnya Benyamin dengan grup Naga Mustika. Grup yang berdomisili di sekitar Cengkareng inilah yang kemudian mengantarkan nama Benyamin sebagai salah satu penyanyi terkenal di Indonesia. Disinilah Benyamin pertama kali berduet dengan Ida Royani, hingga membuat keduanya sebagai pasangan duet paling popular pada zamannya. Tidak hanya duet di panggung, tetapi juga pasangan duet dalam beberapa film yang dibintangi oleh keduanya.
Benyamin Suaeb adalah seorang seniman yang berjasa dalam mengembangkan seni tradisional Betawi, khususnya kesenian Gambang Kromong. Lewat kesenian itu pula nama Benyamin semakin popular. Pada tahun 1960, presiden pertama Indonesia, Soekarno, sempat melarang diputarnya lagu-lagu asing di Indonesia. Kesempatan ini digunakan oleh Benyamin Suaeb untuk memajukan kesenian Gambang Kromong dengan membawakan lagu-lagu modern yang tentu saja sangat diminati masyarakat Indonesia yang saat itu sangat haus akan hiburan.
Sampai akhir hayatnya, Benyamin Suaeb masih bersentuhan dengan dunia panggung yang semakin mengibarkan namanya sebagai seniman Betawi serba bisa. Selain menjadi pemain dalam sinetron Betawi ‘Mat Beken’ dan ‘Si Doel Anak Sekolahan’ ia masih sempat merilis album terakhirnya bersama Keenan Nasution dan grup Rock Al Haj-nya. Lagu ‘Biang Kerok’ dan ‘Dingin-Dingin’ merupakan dua lagu andalan dalam album tersebut.