Jakartakita.com – Kinerja Bank Permata memang tengah tertekan tahun ini.
Dalam Paparan Publik 2016 di Jakarta, Rabu (23/11/2016), Direktur Utama PermataBank, Roy Arfandy menyebutkan, bahwa pada kuartal IV 2016, pihaknya juga kembali mengalokasikan beban pencadangan dalam jumlah signifikan, yang menyebabkan dicatatkannya kerugian bersih sebesar Rp 1,2 triliun.
Menyikapi kondisi tersebut, di tahun depan, Bank Permata mempunyai beberapa strategi untuk meningkatkan kinerja. Salah satunya mengerek pendapatan non bunga dan berusaha menurunkan kredit bermasalah.
Diharapkan dengan strategi tersebut, pada pertengahan tahun 2017, Bank Permata bisa kembali memperoleh laba.
Untuk menggenjot pendapatan non bunga, Bank Permata akan memperbesar bisnis bancaasurance dan fee based dari produk non bank.
Sebagai informasi, sampai kuartal III 2016, Bank Permata mencatatkan kenaikan pendapatan non bunga sebesar 21% menjadi Rp 1,74 triliun dari periode yang sama tahun 2015. Hal ini merupakan kontribusi dari tiga bisnis utama, yaitu bancaassurance, wealth management dan treasury.
Untuk kredit bermasalah, Bank Permata akan fokus pada peningkatan kualitas aset, melakukan restrukturisasi dan rescheduling, serta penguatan tim spesial aset manajemen.
Hingga kuartal III 2016, ada tiga sektor utama penyumbang NPL Bank Permata. Pertama, perdagangan besar dan kecil sebesar 28% dari total NPL. Kedua, industri pengolahan sebesar 23%. Ketiga, sektor pertambangan dan penggalian sebesar 14% dari total NPL.
Untuk mengurangi NPL, Bank Permata akan mengurangi porsi bisnis wholasale banking yang saat ini berkontribusi sebesar 49%.
Ditambahkan, Bank Permata juga terus mendapat dukungan kuat dari dua pemegang saham utama, PT Astra International Tbk (Astra) dan Standard Chartered Bank. Saat ini tengah dilakukan perencanaan permodalan, menyusul kesuksesan rights issue senilai Rp 5,5 triliun pada kuartal Ialu, yang akan membantu Bank menjaga tingkat permodalan sesuai dengan persyaratan Base 3, serta untuk menunjang pertumbuhan.