Take a fresh look at your lifestyle.

KPAI Paling Menonjol, Peradilan Sering Kontraproduktif

0 1,448

Jakartakita.Com: Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merupakan menjadi tumpuan masyarakat dalam mengatasi problem kekerasan terhadap anak. Harapan besar pada KPAI ini cukup realistis, mengingat lembaga yang bukan hanya belum maksimal dalam menjalankan fungsi proteksinya terhadap anak. Malah, kadang menjadi sumber perlakuan kekerasan terhadap anak. Demikian salah satu hasil riset media yang dilakukan oleh Indonesia Media Monitoring Center (IMMC) terhadap pemberitaan tindak kekeraan pada anak. Riset dilakukan sejak 23 Juli 2011 hingga 15 Juli 2012.

Ssebenarnya banyak sekali lembaga pemerintahan yang diharapkan dapat menjalankan fungsi dan peran perlindungan anak. Mulai dari pemerintah daerah, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Sosial, Kepolisian, Kejaksanaan hingga Peradilan. Namun, beberapa lembaga tersebut, menurut hasil riset media IMMC, justru memiliki catatan negatif dalam pemberitaan tentang kekerasan terhadap anak.

Pemerintah dan pemerintah daerah misalnya, menurut hasil riset IMMC, 61% pemberitaan tentang kekerasan terhadap anak menempatkan lembaga ini dalam persepsi negatif. Penyebabnya bisa banyak. Mulai dari langkah pemerintah dan Pemda yang dianggap sangat lambat, perlindungan yang diberikan sangat minimal hingga soal keseriusannya yang kurang.

“Selain itu, riset menunjukkan bahwa kepolisian juga memiliki ‘citra’ negatif terkait soal kekerasan terhadap anak. Sekitar 28% pemberitaan menyorot negatif kepolisian. Bahkan, dalam pemberitaan tentang pelaku kekerasan terhadap anak, 13% nya dilakukan oleh polisi. Ini sangat ironis, mengingat kepolisian justru diharapkan memberikan perlindungan dan keadilan bagi anak korban tindak kekerasan. Bukan justru menjadi lembaga sumber terjadinya tindak kekerasan,” jelas Farid.

Selain kepolisian, dua lembaga lain yang memiliki ‘citra’ negatif adalah peradilan dan kejaksaan. Sekitar 46% pemberitaan tentang kekerasan terhadap anak menyorot negatif peran peradilan, sementara kejaksaan 37%. Peran dua lembaga ini dianggap kurang maksimal dalam memberikan paradigma hukum yang adil terhadap korban maupun pelaku tindak kekerasan. “Di Indonesia, peradilan anak masih belum memiliki paradigma yang proporsional dalam melihat kasus kekerasan terhadap anak. Cara pandangnya masih cenderung generalistik. Menempatkan kasus kekerasan anak sama dengan kasus pada umumnya. Padahal, keduanya berbeda. Karena itu, kita seringkali menjumpai proses peradilan anak yang justru tidak berdasarkan spirit perlindungan anak. Tapi justru menempatkan anak dalam posisi yang tidak terproteksi, sehingga rentan mendapatkan perlakuan kekerasan. Harus ada pembenahan serius dalam sistem peradilan anak kita ,” ungkap Farid.

Farid menambahkan bahwa persepsi keadilan bagi anak berbeda dengan bagi orang dewasa. Basis filosofinya tidak boleh disamakan. Paradigma ini, menurut Farid, belum terimplementasikan dalam sistem hukum dan peradilan di Indonesia.

Related Posts
1 daripada 557

KPAI menjadi lembaga yang memiliki ‘citra’ relatif positif terkait perlindungan terhadap anak. Riset IMMC menunjukkan bahwa 47% pemberitaan mencatat positif peran KPAI. Hanya 1,5% yang menilai negatif. Selebihnya, 51% pemberitaan bernada netral dalam melihat peran KPAI.

Artinya, sejuah ini KPAI menjadi lembaga yang dianggap paling optimal dalam menjalankan peran proteksi terhadap anak. Hasil riset IMMC menunjukkan ada 5 peran utama yang telah dijalankan KPAI: 47% pemberitaan terkait dengan peran perlindungan dan advokasi, 31% pemantauan dan evaluasi, penerimaan pengaduan masyarakat 9%, sosialisasi 8% dan pengumpulan data dan info 5%.

“Jika dilihat dari peta peran yang telah dijalankan, sudah bagus. Perlindungan dan advokasi serta pemantauan dan evaluasi sangat urgen. Karena pada korban kekerasan memang kesulitan untuk mendapatkan itu. Namun, satu hal yang penting menjadi catatan bahwa problem tindak kekerasan terhadap anak ini sangat kompleks. Terjadi di berbagai segmen, beragm modus dan pola, berbagai jenjang umur, penyebabnya juga bermacam-macam,” jelas Farid.

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, kata Farid, hampir mustahil berharap penyelesaian masalah ini hanya pada satu lembaga saja, misalnya KPAI. Problem ini hanya bisa tertangani dan terselsaikan melalui meknaisme kerja yang sistematis, terkoordinir dan serempak antar berbagai lembaga terkait. Seberapapun optimal KPAI menjalankan perannya, akan sia-sia jika pada tingkat kepolisian, peradilan dan kejaksaan tidak ada kinerja yang juga maksimal. Juga peran lembaga-lembaga lain yang memiliki peran antisipatif, ketimbang solutif. Lembaga pemerintah dan kementerian negara sebenarnya memiliki peran untuk mencegah terjadinya masalah serupa, dengan melakukan sebuah program yang sistematis dan komprehensif. Namun, sampai saat ini peran itu belum berjalan maksimal.

IMMC Jakarta

Rio Yotto – rio@jakartakita.com

Tinggalkan komen