Take a fresh look at your lifestyle.

Teater Pojok Pentaskan Lakon Lawas ‘Zonder Lentera’ di TIM

0 8,739
foto : jakartakita.com/edi triyono

Jakartakita.com – Dalam rangka memperingati Hari Raya Imlek 2019, kelompok teater remaja – Pojok, akan mementaskan sebuah lakon lawas bertajuk Zonder Lentera, yang ditulis pada tahun 1930-an oleh peranakan Tionghoa kenamaan, Kwee Tek Hoay.

Pertunjukan ini diadakan selama dua hari berturut-turut, yaitu : Sabtu, 26 Januari 2019 pada pukul 19.30 WIB dan Minggu, 27 Januari 2019 pukul 16.00 WIB di Gedung Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat.

Tamimi Rutjita dan Yasya Arifa selaku Sutradara dari pertunjukan ini mengungkapkan, lakon Zonder Lentera sangat kontekstual dengan masa sekarang ini atau juga tahun Pemilu.

“Tahun yang seharusnya menjadi pesta demokrasi yang menyenangkan bagi rakyat Indonesia, namun malah menjadi tahun yang penuh komedi dan satire karena hoax yang terus diciptakan oleh tokoh-tokoh yang seharusnya menjadi panutan masyarakat,” jelas Tamimi, saat jumpa pers di TIM, Jakarta Pusat, Jumat (25/1/2019).

foto : jakartakita.com/edi triyono

Ditambahkan, yang menarik dari pertunjukan ini adalah, seluruh artistik dari pertunjukan ini sangat mendekati Pecinan Straat di Batavia pada tahun 1930-an. Padahal, tidak ada satupun dari anggota kelompok Pojok – yang bermarkas di Bulungan, Jakarta Selatan ini, peranakan Tionghoa.

Related Posts
1 daripada 2,745

“Kami telah melakukan riset selama hampir 4 tahun mengenai dunia peranakan di Indonesia dan apa saja cross culture yang telah terjadi antara pribumi Nusantara dengan kaum pendatang dari Tionghoa. Kesimpulan sementara kami adalah bahwa hasil dari cross culture pendatang Tionghoa dengan penduduk asli pribumi Nusantara adalah Indonesia,” ujar Tamimi.

Sementara itu, Iqbal selaku Pimpinan Produksi dari pertunjukan ini mengungkapkan, alasan kembali memainkan naskah dari Kwee Tek Hoay adalah karena ingin mengkampanyekan bahasa Melayu Tionghoa atau juga disebut bahasa Melayu Pasar atau juga Bahasa Melayu rendahan kepada masyarakat Indonesia.

Menurutnya bahasa tersebut sudah tidak diketahui lagi oleh masyarakat saat ini atau juga generasi milenial.

“Padahal Bahasa Melayu ini dulu pada jamannya pernah menjadi bahasa Lingua Franca, tidak hanya di Nusantara namun juga di Asia Tenggara,” ucap Iqbal.

“Kami akan terus memainkan naskah Kwee Tek Hoay, entah sampai kapan dan tidak menutup kemungkinan juga memainkan naskah tokoh peranakan lainnya. Intinya adalah bagi kami semua sama saja, Bhineka Tunggal Ika,” tegas Iqbal.

foto : jakartakita.com/edi triyono

Adapun pertunjukan ini didukung oleh berbagai instansi terkait, seperti; Simpul Interaksi Teater Jakarta Selatan (SINTESA), Asosiasi Peranakan Tionghoa Indonesia (ASPERTINA), Yayasan Tridarma Indonesia, PERMATA, Join Kopi Bulungan, Gaia Production, Tien Batik Coastal, Media Havefun dan Cosmopolitan, serta dari pihak keluarga Kwee Tek Hoay itu sendiri. (Edi Triyono)

Tinggalkan komen