Makna Sakral dari Tumpeng
Jakartakita.com – Siapa yang tak kenal dengan tumpeng? Hidangan berupa nasi berbentuk kerucut lengkap dengan lauk pauk yang hampir tak pernah absen dalam setiap acara perayaan tradisional.
Tumpeng adalah hidangan paripurna (penuh & lengkap) yang merupakan warisan tradisi nenek moyang yang sangat tinggi maknanya karena merupakan simbolisasi yang bersifat sakral yang lebih menunjukkan pada suatu rasa syukur kepada Tuhan YME dan sarat dengan simbol mengenai ajaran makna hidup.
Dikutip dari buku Serba Serbi Tumpeng, karya Prof. Dr. Ir. Murdijadi Gardjito dan Lilly T. Erwin, Minggu (16/8/2015), tumpeng menggambarkan ketauhidan. Tumpeng yang dibuat dengan bentuk lancip menjulang memiliki arti mengarah kepada Tuhan, selain itu jumlah porsi yang banyak memiiki makna sedekah kepada sesama karena tumpeng umumnya dimakan secara bersama-sama.
Tumpeng selalu dikelilingi lauk yang beraneka macam jenisnya. Penempatan tumpeng di tengah menyimbolkan gunung yang berdiri kokoh, sedangkan lauk di sekelilingnya memiliki arti tanah yang subur di sekitar gunung.
Meskipun disebut dengan satu nama yakni tumpeng, sejatinya tumpeng memiliki jenis yang berbeda sesuai hajatnya. Jenis ini juga memiliki arti dan makna berbeda pada berbagai acara.
Dalam sebuah tumpeng tidak hanya terdiri dari nasi dan lauk pauk saja tetapi juga dilengkapi dengan hiasan berupa sayuran atau buah segar yang diletakkan menyebar di sekeliling tumpeng. Sayuran seperti kacang panjang, cabai, lobak, daun bawang dihias sedemikian rupa sehingga menghasilkan bentuk yang menarik. Hal lain yang juga menjadi perhatian pada sajian tumpeng yakni daun pisang yang digunakan untuk mengalasi tumpeng, daun pisang juga dibentuk dan disusun dengan bentuk yang menarik.
Menyantap nasi tumpeng pun tak boleh sembarangan. Sebelum di keruk oleh orang pertama, yang bersangkutan dalam hati berdoa dan minta “sesuatu untuk dikabulkan”. Kemudian setelah selesai permintaan itu, mulai mengeruk tumpeng dari sisi sampingnya.
Kerukan pertama biasanya diberikan kepada orang yang dianggap “penting atau dituakan” sebagai penghormatan. Dia mungkin menjadi pemimpin kelompok, orang tertua, atau orang yang dicintai.
Usai itu, tumpeng boleh disantap bersama-sama sebagai perlambang membagi rezeki dengan tetap cara mengeruk dari samping tanpa menyentuh bagian segitiga puncak atau daun pisangnya.
Wah…ternyata dalam sepaket nasi tumpeng ada segudang makna filosofis yang terkandung.