Take a fresh look at your lifestyle.

Tiga Mahasiswa Universitas Pertamina Bangun Rumah Ramah Lingkungan Dari Bahan Limbah Abu

0 1,984
foto: dok Univ. Pertamina

Jakartakita.com – Tren green behavior mulai menjadi identitas bagi generasi millennials dan gen Z. Termasuk, dalam preferensi mereka tentang rumah tinggal.

Survei Consumer Sentiment Survey (CSS) 2021 oleh Rumah.com mengungkapkan, 48 persen generasi millennials menginginkan rumah dengan fitur yang ramah lingkungan.

Untuk menjawab kebutuhan rumah yang lebih ramah lingkungan, salah satunya dengan memanfaatkan limbah FABA sebagai konstruksi rumah.

FABA adalah abu hasil pembakaran berupa Fly Ash (abu yang melayang di udara), dan Bottom Ash (abu yang jatuh ke tanah).

Dewan Energi Nasional (DEN) menyebutkan, FABA memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi berbagai jenis produk bernilai ekonomis.

Dari industri pengolah FABA, menurut DEN, bisa mendorong penciptaan lapangan pekerjaan hingga 566 ribu orang.

Adapun, nilai tambah yang dihasilkan mencapai Rp4,1 triliun per tahun.

Memanfaatkan potensi limbah FABA, tiga mahasiswa dari Program Studi Teknik Sipil dan Teknik Lingkungan Universitas Pertamina, yakni Danniel Robby, Michael Yosafaat, dan Reifaldy Tsany, merancang Bottom Ash Precast Wall Panel from Waste Incineration (BATALION) untuk bangunan Rumah Sehat Sederhana Instan (RISHA).

Related Posts
1 daripada 2,036

Mereka menyatakan, dinding panel inovasinya telah memenuhi syarat dan ketentuan produk bangunan sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI).

“Ide inovasi ini saya dapatkan ketika melakukan Kerja Praktik (KP) di lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Bantargebang. Di sini, limbah FABA hasil produksi energi dimanfaatkan sebagai paving block. Kami kemudian terfikir untuk mengembangkan dinding panel dari limbah Bottom Ash,” ungkap Michael Yosafaat, seperti dilansir dalam siaran pers, Jumat (4/2).

Tim mahasiswa sebelumnya melakukan pengujian untuk memeriksa potensi bahaya dari limbah FABA agar memastikan keamanan dari menggunakan bahan ini.

“Meskipun FABA sudah dikeluarkan dari kategori limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) dalam UU Cipta Kerja, kami tetap melakukan serangkaian pengujian seperti Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP). Pengujian dilakukan dengan prosedur laboratorium untuk memprediksi potensi bahaya dan racun dari suatu limbah,” tutur Reifaldy, anggota tim dari Program Studi Teknik Lingkungan.

Menurut Danniel Robby sebagai ketua tim, tak lupa tim juga melakukan analisis data material Bottom Ash mencakup sifat fisik dan kimiawi, pengujian beton, serta analisis harga.

“Berdasarkan kalkulasi yang telah dilakukan, biaya yang dikeluarkan dalam pembuatan dinding panel pada bangunan jenis RISHA dengan bahan paving block dari limbah Bottom Ash tersebut, secara ekonomis lebih murah dibandingkan menggunakan bahan bangunan lain. Untuk RISHA berukuran 14,4 m² penghematannya bisa mencapai sekitar 340 ribu rupiah,” ujar Danniel.

Lebih lanjut Danniel mengatakan, pemilihan bangunan Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA) didasarkan pada kebutuhan masyarakat akan hunian yang aman, harga yang terjangkau, dan ramah lingkungan karena memanfaatkan 3R yaitu aspek recycling dari limbah batu bara.

“Pemerintah berencana menyediakan satu juta rumah utamanya di area rehabilitasi pasca bencana dan untuk masyarakat umum berpenghasilan rendah. Sistem bangunan RISHA disebutkan adalah yang paling ideal dari segi keamanan karena tahan gempa, serta murah dan ramah lingkungan karena menggunakan bahan baku dari hasil pengolahan limbah,” pungkas Danniel.

Berkat inovasinya, Danniel Robby, Michael Yosafaat, dan Reifaldy Tsany, meraih Juara 1 di Ajang Engineering Competition Day yang dilaksanakan oleh Universitas Pendidikan Nasional Denpasar, di akhir tahun 2021 lalu.

Dukungan yang diberikan oleh kampus, baik secara moril maupun materil, diakui tim, berperan besar dalam menumbuhkan rasa percaya diri dan semangat tim untuk memenangkan kejuaraan. Khususnya, peran dosen pembimbing, yakni I Wayan Koko Suryawan, M.T. (Edi Triyono)

Tinggalkan komen