PP ARSSI Menagih Utang Sebesar Rp5,4 trilliun Kepada Pemerintah Untuk Pelayanan Pasien Covid – 19
Jakartakita.com – Pandemi COVID-19 sudah berlalu, namun tagihan Rumah Sakit (RS) Anggota ARSSI kepada Menteri Kesehatan (Menkes) atas pembayaran penggantian biaya pelayanan pasien COVID-19 belum lunas.
Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) menagih utang ke Kementerian Kesehatan mencapai Rp5,4 triliun. Tunggakan utang ini belum juga terbayarkan kepada rumah sakit swasta meskipun Pemerintah resmi mencabut status pandemi Covid-19 sejak Juni tahun lalu.
Ketua Umum ARSSI drg. Iing Ichsan Hanafi, MARS., MH mengatakan utang pemerintah yang belum di lunasi Menteri Kesehatan RI (Menkes) kepada anggota ARSSI. Jumlahnya mencapai Rp5,4 triliun.
Menurutnya, rumah sakit swasta yang memberikan pelayanan pasien Covid-19 mengajukan klaim hingga Rp8,8 triliun pada 2022 lalu. Hanya saja, pemerintah membayarkan sebesar Rp3,4 triliun. Dengan begitu, masih ada klaim yang tertunggak sebesar Rp5,4 triliun yang belum dibayarkan.
Awalnya, dibayarkan sesuai dengan tarif yang dipatok Keputusan Menteri Kesehatan RI (KMK) Nomor 5673 Tahun 2021. Tragisnya, di tengah jalan Menkes mengubah Petunjuk Teknis Klaim biaya COVID-19 tanpa curah pendapat. Minus persetujuan ARSSI selaku mitra kerja dalam memerangi COVID-19 di garda depan. Menkes menerbitkan KMK No. 1112 Tahun 2022 tertanggal 7 April 2022. Dalam diktum kedelapan berbunyi “Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan berlaku sejak tanggal 1 Januari 2022”.
Alhasil, tarif yang berlaku surut itu penyebab langsung kerugian materil anggota ARSSI, karena Menkes memaksakan tarif baru yang lebih rendah. Selain dari pada kerugian materil hal ini juga berdampak terhadap pelayanan kepada Masyarakat,” ucap Iing Ichsan Hanafi dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (2/2).
Perubahan tarif itu yang menyebabkan tagihan dari 1.900-an RS swasta jadi menyusut. Rumah sakit yang sudah mengeluarkan biaya sebesar Rp 8,8 triliun, akan tetapi rumah sakit dipaksa menerima klaim hanya sekitar Rp 3,4 triliun saja.
“Tak ada diskusi apa pun dengan kami selaku mitra kerja dalam memerangi pandemi di garda terdepan saat itu,’’ bebernya.
Kondisi itu pun membuat pihak rumah sakit kebingungan. Pasalnya, uang yang sudah dianggarkan ternyata tidak turun sesuai pengeluaran yang sudah dilakukan.
Akibat, tagihan reimbusment tersebut, rumah sakit kebingungan membayar gaji dokter, karyawan, dan lain-lain. “Tapi yang lebih penting lagi adalah ketidakkonsistenan suatu peraturan yang sudah berjalan tiba-tiba diberlakukan mundur padahal saat itu kondisi sedang gawat. Bukan kondisi normal,’’ jelasnya.
dr. Noor Arida Sofiana, MBA., MH selaku Sekretaris Jenderal ARSSI menambahkan, ada pengurangan hak rumah sakit yang seharusnya diterima hingga 60 persen akibat perubahan tarif secara sepihak itu. Di sisi lain, rumah sakit swasta yang melakukan pelayanan pasien Covid-19 sudah berbelanja sejak Januari 2022.
Bahkan, rumah sakit swasta tersebut telah melakukan pelayanan penuh untuk pasien Pandemi Covid-19. Mulai dari penyediaan ruang isolasi, pengadaan alat-alat kesehatan, pembelian APD, hingga pembelian obat.
Muhamad Joni selaku Kuasa Hukum ARSSI mengungkapkan, akibat tidak jelasnya pembayaran tunggakan pemerintah tersebut, pihaknya sudah melayangkan tiga kali somasi kepada Menkes. Akan tetapi, hingga kini belum ada pembayaran utuh sesuai tarif yang sah.
Jadi harapan kami, Presiden RI membantu tagihan reimbusment Rumah Sakit anggota ARSSI dari jerih payah yang beresiko kematian di masa pandemic COVID-19, yang belum dibayarkan,” tutup drg. Iing Ichsan. (Edi Triyono)