Take a fresh look at your lifestyle.

Masyarakat Perlu Tahu Biaya Hidup di Pulau Reklamasi Lebih Mahal

0 1,214
reklamasi pantai utara jakarta
foto : istimewa

Jakartakita.com – Perkara reklamasi 17 pulau di Pantai Utara Jakarta saat ini sedang menjadi perbincangan banyak kalangan antara yang pro dan kontra. Namun demikian, sepertinya Pemprov akan maju terus dalam proyek ini.

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota, Selasa (28/4/2015) mengatakan, proyek reklamasi Pantai Utara Jakarta rencananya akan dibangun berbagai properti dan hunian. Namun demikian, dia mengingatkan biaya hidup di pulau reklamasi berbeda dengan daratan Jakarta.

“Pengembang harus memberikan informasi bahwa biaya hidup di pulau reklamasi lebih mahal ketimbang di kota. Ini merupakan konsekuensi yang wajib dipahami oleh konsumen,” kata Basuki.

Dia menjelaskan, mahalnya biaya hidup di pulau reklamasi terjadi karena biaya pembangunan yang mahal. Selain itu, pengembang juga harus melakukan perawatan kanal-kanal antar pulau yang harus dilakukan bersama.

“Pengembang pulau reklamasi itu hanya menyewa. Sertifikat tanah sepenuhnya milik Pemprov DKI. Mereka juga harus melaksanakan kewajiban, misalnya perawatan kanal, membangun pompa banjir, dan memberi 5% tanah kepada pemerintah. Dana tersebut tentu akan ditanggung juga oleh konsumen,” ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Sarwo Handayani mengatakan, reklamasi di Teluk Jakarta merupakan jawaban dari permasalahan yang dihadapi oleh Ibu Kota. Adapun permasalahan yang dimaksud, antara lain kusutnya transportasi dan keterbatasan lahan untuk pembangunan.

“Karena ruang Ibu Kota terbatas, masyarakat sekarang membangun ke arah Selatan, Timur dan Barat. Nah, di Utara ini belum terbentuk sehingga perlu dibuatkan satu magnet yang menarik arah pembangunan di kawasan perairan. Solusinya dengan melaksanakan reklamasi 17 pulau,” jelasnya.

Related Posts
1 daripada 5,889

Permasalahan Undang-Undang Terkait Reklamasi

Banyak kalangan mempermasalahkan soal peraturan perundang-undangan terkait perkara reklamasi pulau di pantai utara Jakarta.

Ketua Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP), Sarwo Handayani menjelaskan, kisruh tentang proyek reklamasi 17 pulau di pantai utara Jakarta yang terjadi di masyarakat karena perbedaan acuan peraturan perundang-undangan.

Pemprov DKI berpegang pada Keputusan Presiden (Keppres) No 52 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Reklamasi di Kawasan Pantura Jakarta, bukan Peraturan Presiden (Perpres) No 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

“Dikeluarkannya Perpres No 122 Tahun 2012 tidak serta merta mencabut isi Keppres No 52 Tahun 1995. Secara yuridis Keppres No 52 Tahun 1995 masih berlaku, termasuk Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur sebagai petunjuk pelaksanaan teknis reklamasi 17 pulau,” kata Yani.

Dia menjelaskan, pada tahun 1998, pemerintah membentuk Badan Pelaksana reklamasi Pantura.

Namun, Badan Pelaksana tersebut dibubarkan pada 2009 karena tidak ada progres pembangunan di kawasan Teluk Jakarta.

Sejak itu, tugas Badan Pelaksana Reklamasi digantikan oleh Asisten Sekretaris Daerah Bidang Pembangun yang mengkoordinasikan tugas-tugas kepada institusi terkait.

“Rencananya kami akan menghidupkan kembali Badan Pelaksana Pantura. Hal ini akan dibicarakan dengan Pemerintah Pusat, yaitu Kemenko Perekonomian,” jelasnya.

 

Tinggalkan komen